Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia

Fenomena merebaknya pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sipilis) di sejumlah lembaga pendidikan agama Islam bukanlah hal baru. Sejak awal berdirinya, berbagai aliran pemikiran dan paham ideologi tumbuh subur di dalamnya. Bahkan pemikiran ini telah mengilhami berbagai perbuatan nyleneh; mulai dari kasus penyebutan asma Allah dengan, “Allahirrajîm (Allah terkutuk) dan setan dengan, “syaithân subhânnahu wa ta‘âla (setan mahasuci dan mahatinggi)”; kasus penginjakan lafal Allah, kasus penghinaan terhadap Islam, Al-Quran dan Rasulullah saw.; kasus tuntutan penglepasan kewajiban berjilbab; kasus aborsi, kasus perbuatan mesum dan zina sampai kasus pemakaian obat-obatan terlarang.

Tak hanya terjadi di lembaga pendidikan formal, pemikiran sipilis pun telah merasuk ke pondok pesantren. KH Khalil Ridwan pernah menyampaikan peringatannya yang dimuat di “surat pembaca” Harian Republika (27/3/2006) terkait dengan adanya upaya infiltrasi paham sekularisme-liberalisme ke pondok-pondok pesantren yang dilakukan oleh lembaga pengasong ide liberal: International
Center for Islam and Pluralism (ICIP). Lembaga ini didanai oleh The Asia Foundation (TAF). Fakta lain, pada 18-28 September 2002, Institute for Training and Development (ITD), sebuah lembaga Amerika, telah mengundang 13 pesantren ‘pilihan’ di Indonesia (dari Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi) untuk berkunjung ke AS.
Agenda ini terkait dengan kampanye liberalisasi pemikiran Islam ke pondok pesantren.

Konspirasi Barat di Balik Agenda Liberalisasi Pendidikan Islam

Berawal dari pidato Nurcholish Madjid (3/1/1970) di Jakarta dengan judul, “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat,” liberalisasi terhadap ajaran-ajaran dan pandangan Islam dianggap penting. Pidoto ini telah menjadi momentum penting bagi Gerakan Pembaruan (baca: liberalisasi) Islam di Indonesia. Gerakan ini bukan sekadar pemuasan hasrat intelektual belaka, tetapi merupakan gerakan sistemik konspiratif. Arahnya jelas, yakni menyebarkan ide liberalisme Barat ke Dunia Islam. Hal ini sinergis dengan pernyataan Bush seperti yang dimuat Kompas (6/11/2004), “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi.”

Pasca runtuhnya Uni Soviet, Barat telah menjadikan Islam sebagai ancaman utama bagi keberlangsungan ideologi kapitalis-liberal. Hal ini dapat disimpulkan dari ungkapan Willi Claes, mantan Sekjen NATO, “Muslim fundamentalis setidak-tidaknya sama bahayanya dengan Komunisme pada masa lalu. Harap jangan menganggap enteng risiko ini…Itu adalah ancaman yang serius karena memunculkan terorisme, fanatisme agama, serta eksploitasi terhadap keadilan sosial dan ekonomi.”

Berbagai kasus pemikiran dan perilaku nyleneh yang terjadi ternyata tidak terlepas dari upaya westernisasi (pem-Barat-an) negeri-negeri Islam yang dipromotori oleh Amerika, Inggris dan sekutunya. Melalui badan dunia PBB dan yayasan-yayasan internasional, Barat beserta para kapitalis melancarkan serangannya dengan menyusun program dan strategi liberalisasi pendidikan ke negara target maupun langsung ke lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan Islam. Konspirasi liberalisasi pendidikan ini merupakan kelanjutan dari upaya Barat menghapuskan peradaban Islam dan mencegah tegaknya kembali syariah dan Khilafah. Selanjutnya Barat berharap akan tetap mampu menancapkan hegemoninya di dunia, termasuk di negeri-negeri Islam.

Modus Intervensi Barat dalam Liberalisasi Pendidikan Islam

Dalam upaya liberalisasi pendidikan Islam, termasuk pondok pesantren di Indonesia, dengan gencar Barat melancarkan modus berikut:

Pertama: intervensi kurikulum pendidikan Islam dan pondok pesantren. Kurikulum sebagai panduan untuk membentuk produk pemikiran dan perilaku pelajar/mahasiswa menjadi salah satu sasaran intervensi. Kurikulum bidang akidah, konsep wahyu maupun syariah Islam menjadi obyek liberalisasi yang tersistemkan. Liberalisasi akidah Islam diarahkan pada penghancuran akidah Islam dan penancapan paham pluralisme agama yang memandang semua agama adalah benar. Liberalisasi konsep wahyu ditujukan untuk menggugat otentisitas (keaslian) al-Quran Mushaf Utsmani dan as-Sunnah. Adapun liberalisasi syariah Islam diarahkan pada penghancuran hukum-hukum Islam dan penghapusan keyakinan umat terhadap syariah Islam sebagai problem solving bagi permasalahan kehidupan manusia. Contoh kasus: “Kajian Orientalisme terhadap al-Quran dan Hadits” adalah mata kuliah yang diajarkan di Program Studi Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, di sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam di Jakarta. Tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menerapkan kajian orientalis terhadap al-Quran dan as-Sunnah. Empat buku referensinya sangat kental dengan ide-ide orientalis. Salah satunya adalah buku ‘Rethingking Islam’ karya Mohammed Arkoun. Dalam buku ini, Arkoun mengajak umat Islam untuk memikirkan kembali dan membongkar hal-hal yang sudah pasti dalam Islam. Ia pun menyayangkan, mengapa kaum Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum Yahudi-Kristen dalam mengkritik kitab sucinya. Terdapat juga mata kuliah “Hermeneutika dan Semiotika” di Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menerapkan ilmu Hermeneutika dan Semiotika terhadap kajian al-Quran dan as-Sunnah. Implikasinya, mahasiswa dituntut untuk bersikap skeptis, selalu meragukan kebenaran al-Quran dan as-Sunnah, termasuk meragukan kebenaran tafsir para mufassirin terdahulu karena kebenaran dinilai relatif, sangat bergantung pada konteks zaman dan tempat. Dalam upaya intervensi kurikulum ini, The Asia Foundation (TAF) tercatat sebagai pengucur dana untuk reformasi kurikulum pendidikan kewarga-negaraan di empat universitas Islam yang membawahi 625 institusi dan kurang lebih 215.000 pelajar. Sejak tahun 2000, TAF bekerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia mengubah kurikulum untuk memperkuat reformasi demokrasi dan liberalisasi. Di samping intervensi kurikulum pendidikan Islam di Indonesia, Barat pun berupaya mengintervensi kurikulum pondok-pondok pesantren dengan kucuran dana 157 juta dolar AS lewat Departemen Agama RI. Menyikapi hal itu, KH Kholil Ridwan dari Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI) menyerukan kepada para kiai pesantren agar menolak pemberian dana Amerika sebesar Rp 50 juta lewat Departemen Agama kalau disuruh mengubah kurikulum pesantren model mereka.

Kedua: bantuan pendidikan dan beasiswa kepada lembaga pendidikan Islam dan pelajar/mahasiswa di Indonesia. The Asia Foundation telah mendanai lebih dari 1000 pesantren untuk berpartisipasi dalam mempromosikan nilai-nilai pluralisme, toleransi dan masyarakat sipil dalam komunitas sekolah Islam di seluruh Indonesia. Tahun 2004, TAF memberikan pelatihan kepada lebih dari 564 dosen yang mengajarkan pelatihan tentang pendidikan kewarganegaraan yang kental dengan ide liberalis-sekular untuk lebih dari 87.000 pelajar. Fakta lain, AS dan Australia juga membantu USD 250 juta dengan dalih mengembangkan pendidikan Indonesia. Padahal, menurut sumber diplomat Australia yang dikutip The Australian (4/10/2003), sumbangan tersebut dimaksudkan untuk mengeliminasi ‘madrasah-madrasah’ yang menghasilkan para ’teroris’ dan ulama yang membenci Barat. Di samping bantuan pendidikan, pemberian beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke negeri Barat sudah menjadi modus operandi lama. Sejarah awal terjadi pada tahun 1950-an, saat sejumlah mahasiswa Indonesia belajar di McGill’s Institute of Islamic Studies (MIIS) yang didirikan oleh orientalis Cantwell W. Smith. Di antara mahasiswa itu adalah Harun Nasution, Rasyidi dan Mukti Ali. Pasca pulang dari belajar Islam gaya orientalis, Harun Nasution menjadi penggerak proses liberalisasi di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sosok ini juga menjadi tokoh kunci terjadinya liberalisasi di seluruh Indonesia. Bukunya, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, yang banyak berisi liberalisme pemikiran Islam menjadi buku rujukan wajib seluruh IAIN di Indonesia. Adapun Mukti Ali menggawangi Departemen Agama; ia banyak berperan menciptakan iklim kondusif secara kebijakan untuk percepatan liberalisasi Islam. Kerjasama beasiswa ini dilakukan dengan Australia, Jerman, Belanda dan AS. Sosok kontroversial Nurcholish Madjid juga hasil dari cuci otak di Chichago University. Modus beasiswa ini bagaikan mafia agen liberalisasi. Apabila dalam liberalisasi ekonomi ada “Mafia Berkeley”, dalam liberalisasi pemikiran Islam kita kenal “Mafia McGill” dan “Mafia Chichago”.

Ketiga: pembentukan jaringan intelektual Muslim yang menyuarakan liberalisasi pemikiran Islam. Jaringan intelektual ini diwakili oleh Jaringan Liberal yang berlabelkan Islam, bekerjasama dengan para intelektual, penulis dan akademisi dalam dan luar negeri. Jaringan ini gencar menyuarakan kampanye dan pengopinian reorientasi pendidikan Islam menuju pendidikan Islam yang pluralis melalui berbagai media propaganda. Khamami Zada di Jurnal Tashwirul Afkar edisi II/2001 menuliskan:

Filosofi pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau menerima kebenaran agama lain, mesti mendapat kritik untuk selanjutnya dilakukan reorientasi. Konsep iman, kafir, muslim-non-muslim dan baik-benar (truth claim), yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang Islam terhadap agama lain, mesti dibongkar, agar umat Islam tidak lagi menganggap agama lain sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan.

Target Akhir: Liberalisasi Pemikiran Islam dan Muslim Moderat

Target akhir dari upaya liberalisasi pendidikan Islam dan pondok pesantren di Indonesia adalah liberalisasi pemikiran Islam dan menciptakan Muslim moderat yang pro Barat. Dari merekalah selanjutnya agenda liberalisasi pemikiran Islam akan disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat. Sasaran pembentukan Muslim moderat diprioritaskan dari kalangan intelektual Muslim dan ulama. Alasannya, karena intelektual Muslim dinilai memiliki peran strategis, baik dalam menentukan kebijakan pemerintah maupun peluang memimpin masyarakat; sedangkan ulama dinilai memiliki pengaruh di tengah-tengah masyarakat akar rumput, di samping sebagai pelegitimasi hukum terhadap berbagai fakta baru yang berkembang. Dari sini dapat dipahami mengapa Barat begitu getol mengontrol dan mengarahkan sistem pendidikan Islam pencetak para intelektual Muslim dan ulama.

Demikianlah proses sistematik-konspiratif dalam liberalisasi pendidikan Islam di Indonesia. Selama dendam Barat masih menyala terhadap Islam, konspirasi akan terus berlanjut. Tidak ada cara lain bagi umat Islam, selain waspada, adalah merapatkan barisan dan menyusun strategi ke depan, agar serangan-serangan semacam ini tidak menghancurkan harapan kebangkitan Islam dan kaum Muslim.

Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. [Agung Wisnuwardana]

BOX 1

Mereka yang berpikir “Nyeleneh”

  1. Dosen Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel bernama Sulhawi Ruba, pada 5 Mei 2006, dengan sengaja menginjak-injak lafal Allah yang ditulisnya, karena dia menganggap al-Quran adalah budaya; posisi al-Quran tidak berbeda dengan rumput.

  2. Sejumlah mahasiswa IAIN Bandung membuat teriakan meghebohkan: “Selamat Bergabung di Area Bebas Tuhan.” Mereka juga mengajak: “Mari berzikir dengan lafadz “Anjinghu akbar!”

  3. Dari Fakultas Syariah IAIN Semarang lahir sebuah Jurnal Justisia, yang dalam berbagai edisinya melakukan dekonstruksi dan desakralisasi terhadap Al-Quran. Edisi 23 Th XI, 2003, memuat pengantar redaksi: “Dan hanya orang yang mensakralkan Quranlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.”

  4. Kumpulan artikel di Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang edisi 25/2004 dicetak dalam bentuk buku dengan judul: Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual. Buku ini secara terang mendukung dan mengajak masyarakat untuk mengakui dibenarkannya perkawinan sejenis (homoseksual). www.hizbut-tahrir.or.id

REUNI ALUMNI SPGN PAMEKASAN 1987

REUNI SPGN PAMEKASAN ALUMNI 1987

Dalam Rangka meningkatkan silaturrahmi sesama alumni SPGN Pamekasan tahun 1987, maka Panitia Reuni telah menetapkan pelaksanaan REUNI pada tanggal 19 September 2010, Pukul 08.00 wib, bertempat di AULA SMKN Pamekasan, Jln Kabupaten Pamekasan.
Contact Person : 085655248082, 087850551885, 081803049247, 081703330074.

Mukjizat Abad XX (1/3)

LOMBA NASIONAL INOVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH TAHUN 2009

LOMBA NASIONAL
INOVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA SEKOLAH TAHUN 2009
UNTUK SEKOLAH DASAR (SD)
Latar Belakang
Sesuai dengan misi Pendidikan Agama Islam yang ingin dicapai Guru Pendidikan
Agama Islam(GPAI) tidak saja dituntut dapat mengembangkan potensi yang dimiliki
peserta didik agar dapat menghayati ajaran agama Islam, tetapi juga menanamkan nilainilai
luhur ajaran agama Isalm dan pembentukan akhlak mulai peserta didik melalui
berbagai model pembelajaran yang dikembangkan, contoh keteladaanan yang
ditampilkan guru, serta melalui aktifitas pembiasaan.
Akan tetapi, tidak semua GPAI dapat menjalankan peran dan fungsi tersebut
secara baik. Hal ini dikarenakan, anatara lain masih lemahnya penguasaan dan
keterampilan professional GPAI dalam proses belajar mengajar (PBM). Penguasaan dan
ketrampilan PBM ini sepatutnya dimiliki GPAI, agar proses pembelajaran dapat
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta tumbuhnya prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian
sesuai dengan potensi dan psikologis peserta didik.
Berkaitan dengan itu perlu diupayakan agar GPAI dapat menjalankan tugas
mengajarnya secara baik, terutama pada peningkatan kemampuan dan pengayaan
ketrampilan dalam menjalankan proses pembelajaran kepada peserta didik. GPAI perlu
didorong dan dirangsang kreatifitasnya untuk senantiasa melakukan pengembangan
kemapuan dan ketrampilan dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Juga terhadap GPAI yang memiliki kreatifitas dalam pengembangan
pembelajaran perlu diberi wadah dan kesempatan agar dapat menuangkan buah
pemikiranya tersebut, sehingga pengembangan pembelajaran yang dilakukannya dapat
diketahui dan diadoppsi oleh GPAI lainnya. Wadah tersebut dapat berupa Lomba
kreatifitas Pembelajaran.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, PUSLITBANG Pendidikan Agama dan
Keagamaan pada Tahun 2009 kembali menyelenggarakan Lomba Tingkat Nasional
Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah, yang terbuka untuk semua
GPAI yang mengajar di Sekolah Dasar (SD) Negeri dan Swasta
Pengertian
Inovasi Pembelajaran PAI yang dimaksudkan dalam lomba ini adalah bentuk atau
model pembelajaran PAI yang berbeda dari cara pembelajaran PAI yang biasa dilakukan
yang merupakan hasil pengembangan sendiri atau bersama GPAI lainnya yang memiliki
kebermanfaatan, ketersesuaian dengan materi pokok bahasan/Sub Pokok Bahasan, mudah
diaplikasikan, teruji dan lebih efisien.
Tujuan
1. Mendorong kreatifitas GPAI di SD untuk mengembangkan berbagai inovasi
pembelajaran
2. Memacu GPAI di SD untuk senantiasa meningkatkan mutu pembelajaran
3. Memperoleh berbagai inovasi pembelajaran PAI yang bermutu
Target Yang Ingin Dicapai
1. Terjaringnya berbagai naskah Inovasi Pembelajaran PAI di SD yang Bermutu
2. Terpilihnya 6 (enam) naskah terbaik inovasi pembelajaran PAI di SD
Tema
“Optimalisasi Pencapaian Tujuan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah untuk
Membentuk Peserta Didik Menjadi Manusia yang Bermoral dan Berakhlak Mulai dengan
Menerapkan Berbagai Inovasi Pembelajaran yang Efektif dan Efisien serta Relevan”
Kriteria Peserta
1. Guru pendidikan agama Islam pada SD (Negeri dan Swasta) diseluruh Indonesia
2. Pengalaman mengajar PAI di SD minimal 2 (dua) tahun.
3. Diusulkan/mendapat persetujuan dari kepala Sekolah yang bersangkutan
4. Belum pernah menjadi pemenang pada lomba yang sejenis
Kriteria Naskah
1. Naskah Inovasi Pembelajaran PAI merupakan naskah asli hasil pengembangan
sendiri ataupun bersama dengan GPAI lainnya.
2. Naskah Inovasi Pembelajaran PAI merupakan naskah yang sudah pernah ataupun
sedang diterapkan GPAI di sekolahnya
3. Naskah Inovasi Pembelajaran PAI belum pernah diikutsertakan pada lomba yang
sejenis dan belum pernah dipublikasikan di media massa
4. Naskah Inovasi Pembelajaran PAI mendapatkan pengesahan/persetujuan dari
kepala sekolah yang bersangkutan
5. Isi naskah ditulis minimal 10 halaman diketik diatas kertas kuarto dengan jarak
baris 1,5 spasi, huruf Times New Roman, ukuran font 12.
6. Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
7. Menyertakan idnetitas/bukti diri lengkap (nama, alamat lengkap, fotocopy KTP,
nomor telepon yang mudah dihubungi, lembar pengesahan/persetujuan dari
kepala sekolah yang bersangkutan, dan judul naskah)
Kerangka Naskah
1. Pokok bahasan/Sub Pokok Bahasan
2. Nama/Judul Inovasi Pembelajran
3. Waktu Pelaksanaan Inovasi Pembelajaran
4. Uraian singkat tentang novasi pembelajaran, yang memuat:
a. Latar Belakang dan Masalah dilaksanakan inovasai pembelajaran
b. Tujuan Inovasi Pembelajaran
c. Gagasan atau konsep inovasi pembelajaran
d. Pelaksanaan Inovasi Pembelajaran
e. Hasil Inovasi Pembelajaran (termasuk tanggapan/pendapat peserta didik terhadap
inovasi pembelajaran)
f. Masalah yang dihadapi dan upaya penanggulangannya
g. Menyertakan data pendukung, antaran lain:
1. Gambar/foto, alat peraga yang dibuat khusus untuk inovasi pembelajaran
2. Hasil belajar PAI peserta didik
3. Lain-lain informasi yang dianggap perlu
Pengiriman Naskah
1. Naskah diterima panitia selambat-lambatnya tanggal 6 Juli 2009 (cap pos)
2. Naskah dikirimkan dalam bentuk asli (bukan foto copy) sebanyak 3 (tiga)
eksemplar yagn disertakan dengan softcopynya (berupa CD atau flashdisk)
kepada Panitia Lomba Nasional Inovasi Pembelajaran PAI di sekolah Tahun
2009, dengan alamat: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan
Litbang dan Diklat Keagamaan, Gedung Bayt Al-Qur’an Musium Istiqlal Lantai
III, Komplek Taman Mini Indonesia Indah, Telp. (021) 87797930, Fax (021)
87797930 Jakarta 13560
3. Naskah yang dikirimkan tidak dikembalikan/menjadi milik panitia
Tim Penilai Naskah
1. Tim penilai naskah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Puslitbang
Pendidikan Agama dan Keagamaan selaku Pejabat Pembuat Komitmen Tahun
2009
2. Tim Penilai Naskah terdiri dari:
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Anggota
3. Ketua Tim Penilai bertanggung jawab terhadap hasil penilaian naskah
4. Anggota Tim Penilali memiliki kompetensi dalam bidang pendidikan, khususnya
metodologi pembelajaran
5. Keputusan Tim Penilai Naskah tidak dapat diganggu gugat, kecuali bila
dikemudian hari diketahui naskah yang terpillih menjadi pemenang ternyata
bukan hasil sendiri/karya orang lain
Kriteria Penilaian Umum
1. Ada inovasi pembelajaran
2. Inovasi pembelajaran tersebut telah atau sedang dilaksanakan
3. Inovasi pembelajaran tersebut teruji keberhasilan dalam pembelajaran, dan
ditunjukkan dengan antara lain:
a. Peserta didik lebih mudah memahami materi pembelajaran
b. Peserta didik merasa labih senang dan bergairah dalam mempelajari materi
pembelajaran
c. Nilai hasil belajar semakin baik atau meningkat
4. Pemillihan metode pembelajaran yang tepat
5. Proses pembelajaran senantiasa mempergunakan alat bantu/peraga yang
dibuat/dirakit sendiri oleh GPAI peserta Lomba Inovasi pembelajaran
6. Alat peraga dibuat dari bahan-bahan yang murah dan mudah diperoleh
7. Inovasi pembelajaran belum pernah diikutsertakan dalam lomba sejenis,
dibuktikan dengan surat pernyataan.
8. Mempergunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
9. Uraian singkat dan mudah dipahami
10. Mendapat persetujuan oleh Kepala Sekolah yang bersangkutan
Kriteria Penilaian Presentasi
1. Keruntutan Presentasi
2. Penguasaan materi inovasi pembelajaran
3. Ketersediaan data keberhasilan inovasi pembelajaran
4. Pemanfaatan alat bantu atau alat peraga pembelajaran
5. Keterterapan pada sekolah atau guru lain
6. Ketepatan penggunaan Bahasa Indonesia
Penetapan Pemenang
1. Pemenang ditetapkan melalui sidang penetapan pemenang setelah dilakukan
penilaian presentasi calon pemenang yang dihadiri minimal setengah labih satu
dari jumlah tim penilai naskah (quorum)
2. Jumlah pemenang sebanyak (enam) naskah yaitu pemenang juara I, juara II, juara
III, pemenang harapan 1s/d III
Pengumuman Pemenang
1. Nominator calon pemenang lomba Inovasi Pembelajaran PAI di sekolah ini akan
diumumkan pada tanggal 6 Agustus 2009 melalui harian umum Republika
2. Nominator Calon Pemenang akan dihubungi panitia lomba melalui telepon dan
surat untuk menghadiri presentasi dan upacara penyerahan hadiah pemenang
3. Panitia akan menyediakan akomodasi dan konsumsi serta pengganti biaya
transportasi Pulang Pergi (untuk Pulau Jawa menggunakan KA/BUS dan luar
Pulau Jawa menggunakan Pesawat Terbang)
4. Bagi nominator calon pemenang untuk presentasi dan penyerahan hadiah.
Penghargaan Pemenang
Penghargaan lomba inovasi pembelajarna PAI di sekolah (SD) tahun 2009 ini akan
diberikan hadiah berupa piagam/sertifikat penghargaan dan uang tunai yang masingmasing
besarnya sebagai berikut:
1. Juara I menerima uang sebesar 15 juta
2. Juara II menerima uang sebesar 12,5 juta
3. Juara III menerima uang sebesar 10 juta
4. Harapan I menerima uang sebesar 7,5 juta
5. Harapan II menerima uang sebesar 6 juta
6. Harapan III menerima uang sebesar 4 juta
Pajak hadiah uang ditanggung pemenang
Hak Cipta dan Terbit
1. Hak Cipta
Sesuai dengan UU Hak Cipta, hak cipta naskah tetap berada di tangan penulis naskah
2. Hak Terbit
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama berhak menerbitkan dalan jumlah terbatas
naskah pemenang ataupun naskah yang masuk nominasi calon pemenang dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sejak pengumuman pemenang untuk disebarluaskan pada sejumlah
SD.
FZHUMAS/MAPENDA

TEKNOLOGI INTERNET DALAM PENDIDIKAN : CIRI, PENGGUNAAN, APLIKASI DAN MULTIMEDIA INTERAKTIF

TEKNOLOGI INTERNET DALAM PENDIDIKAN : CIRI, PENGGUNAAN, APLIKASI DAN MULTIMEDIA INTERAKTIF

1.0 Pengenalan
Komputer adalah alat elektronik yang kompleks dan mempunyai banyak kelebihan. Ia sesuai untuk dijadikan alat bagi membantu guru dalam proses pengajaran dan pembelajaran kerana ia berkemampuan menerima dan memproses data. Komputer juga membantu pengajar mencapai objektif pengajaran dan pembelajaran yang berkesan jika digunakan dengan sistematik. Pengajaran yang disertakan dengan alat bantu mengajar terkini akan dapat menambah minat pelajar mempelajari sesuatu bidang pelajaran. Di samping itu, jika komputer dapat digunakan secara sistematik dan berkesan oleh guru, ia mampu menyelesaikan sebarang masalah pengajaran dan pembelajaran. Ini selaras dengan pandangan Heinich (1996) yang menyatakan bahawa komputer dapat memperkayakan teknik pengajaran. Menurut Merrill (1986) pula, komputer adalah mesin memproses maklumat yang perlu diberikan arahan oleh penggunanya. Arahan ini boleh disampaikan menerusi peralatan input seperti papan kekunci, pengimbas (scanner), kad, joystick, tetikus, pad grafik dan unit pemprosesan pusat (CPU).
Heinich (1996) menyatakan komputer berkemampuan mengawal dan mengurus bahan pengajaran yang banyak. Kemampuan komputer berinteraksi dengan pengguna membolehkan pengajar-pengajar menerapkan pengajaran dan pembelajaran secara lebih mudah serta menarik. Bitter (1989) pula menyatakan komputer boleh bekerja pantas serta beroperasi 24 jam tanpa berhenti dan maklumat yang dikeluarkannya dengan tepat. Penggunaan komputer ini ada hubungkaitnya dengan teknologi maklumat dan komunikasi yang kini diaplikasikan dalam sistem pendidikan negara. Ini adalah kerana komputer dijadikan sebagai pangkalan data, dapat memberikan maklumat yang dicari atau diminta oleh orang ramai. Perlaksanaan konsep Sekolah Bestari iaitu salah satu contoh aplikasi perdana dalam Koridor Raya Multimedia adalah usaha kerajaan yang berterusan bagi membentuk generasi baru yang mempunyai daya saing dalam era teknologi maklumat dan komunikasi.
Satu perkembangan yang amat ketara dalam dunia masa kini ialah berlakunya ledakan teknologi maklumat. Dengan adanya kemajuan dalam telekomunikasi, komputer yang dihubungkan dengan jaringan internet telah membolehkan banyak maklumat diperolehi dengan cepat. Inovasi dalam teknologi maklumat ini dapat menyebarkan segala maklumat kepada pelbagai lapisan masyarakat (Nik Azis, 1996). Menyedari hakikat ini, kerajaan Malaysia telah mengambil inisiatif untuk terus memperkembangkan teknologi komunikasi dan maklumat ini dengan menubuhkan Koridor Raya Multimedia (MSC). Tujuh aplikasi utama dalam MSC terdiri daripada kerajaan elektronik, tele-perubatan, sekolah bestari, kad pintar, pemasaran tanpa sempadan, kelompok penyelidikan dan pembangunan dan jaringan perusahaan sedunia. Ketujuh-tujuh aplikasi ini mewujudkan telekomunikasi global berkeupayaan tinggi yang membawa Malaysia kea rah negara maju dan makmur (MDC, 2000).
Sejajar dengan teknologi ICT juga, kerajaan telah menubuhkan sekolah bestari yang telah memperlihatkan kesungguhan Kementerian Pelajaran Malaysia untuk mentransformasikan pendidikan agar bangsa Malaysia abad ke-21 ini bukan sahaja menguasai teknologi maklumat malah berupaya merealisasikan Wawasan 2020. Transformasi ini telah mengubah anjakan paradikma pengajar dan pelajar dalam proses pengajaran dan pembelajaran dalam pendidkan negara khususnya dalam meningkatkan minat pelajar, meningkatkan kreativiti dan pengetahuan pelajar melalui penggunaan teknologi multimedia dan jaringan seluruh dunia.
Pihak Kementerian Pendidikan Malaysia melihat ICT sebagai suatu alat untuk merevolusikan pembelajaran, memperkayakan kurikulum, memperkembangkan pedagogi, menstrukturkan organisasi sekolah dengan lebih berkesan, melahirkan hubungan yang lebih kuat di antara sekolah-sekolah dan masyarakat, dan meningkatkan penguasaan pelajar. Konsep ICT dalam pendidikan dari kaca mata KPM merangkumi 3 polisi utama:
i. ICT untuk semua pelajar, bermaksud bahawa ICT digunakan sebagai sesuatu yang boleh mengurangkan jurang digital antara sekolah.
ii. Fungsi dan peranan ICT di dalam pendidikan adalah sebagai suatu alat pengajaran dan pembelajaran, sebagai sebahagian daripada subjek tersebut, dan sebagai sesuatu subjek tersendiri.
iii. Menggunakan ICT untuk meningkatkan produktiviti, kecekapan dan keberkesanan sesuatu sistem pengurusan.
Selain daripada bidang pendidikan, perkembangan persekitaran global telah memberi kesan besar kepada usaha membangunkan Malaysia sebagai sebuah ekonomi berasaskan pengetahuan yang berdaya saing. Memandangkan ICT merupakan penentu utama dalam proses pembangunan bagi meningkatkan ekonomi dalam rantaian nilai, usaha akan dipergiat untuk mengarusperdanakan akses kepada perkhidmatan dan kemudahan ICT secara meluas serta menggalakkan penerimaan dan penggunaan ICT secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.
Jadual 1 : Penggunaan ICT dalam P&P adalah seperti jadual berikut
Cakera Padat CD Rom Internet Aplikasi
Perisian Kursus Pendidikan (Tutorial) – Courseware Pencarian maklumat – search Engine 1 browsing + pangkalan data + membangun laman web – home page design Pemprosesan Data
– Microsoft Word
-Microsoft Publisher
-Page Maker
Pangkalan Data – Database Komunikasi
-Forum
-Emel
-Chat Hamparan elektronik
-Microsoft Excel
Ensaiklopedia / Maklumat/ Sumber Multimedia Muat turun – Download Persembahan
-Microsoft Power Point
Sumber : Aplikasi ICT dalam P&P; Panel Jurulatih Utama ICT Negeri Selangor

Gambar 1 : Perubahan teknologi masa kini

2.0 Sejarah Internet

Internet atau ‘Internasional Network of Networks’ merupakan sebuah rangkaian gergaji komputer di peringkat antarabangsa (TMB, 1998) dan merupakan cara komputer berkomunikasi antara satu sama lain (Crumlish, 1996). Ia mengandungi lebih daripada 50 ribu rangkaian komputer di seluruh dunia, lebih daripada 6.6 juta komputer hos dan lebih daripada 50 juta pengguna dari lebih 160 buah negara (Zoraini, 1995). Negara kita telah meletakkan ICT dalam Rangka Rancangan Jangka Panjang Ketiga (RRJP3, 2001-2010) sebagai media utama untuk membina pengetahuan baru dan meransang berkembangan ekonomi berasaskan pengetahuan.
Internet ini telah dimulakan di Amerika Syarikat dalam tahun 1969 melalui satu rangkaian yang dikenali sebagai ARPANET (Advance Research Projects Agency Network). Tujuan ARPANET ini dibangunkan adalah supaya penyelidik dan ahli sains dapat saling bertukar maklumat ketenteraan dengan mudah. Pada tahun 1972, ARPANET menggunakan Network Control Protocol (NCP) untuk memindahkan data yang memberi laluan untuk pengguna berkomunikasi dalam rangkaian yang sama. Pada tahun tersebut juga e-mel telah diperkenalkan supaya setiap individu dalam berhubung melalui maya tanpa sempadan. Pada tahun 1979, kumpulan diskusi UseNet ditubuhkan. Kemudian pada tahun 1982, NCP telah ditukar kepada TCP atau IP (Transmission Control Protocol). Protokol ini telah diperkembangkan oleh satu kumpulan penyelidik yang diketuai oleh Vinton Cerf dan Bob Khan. Protokol ini telah membolehkan pelbagai rangkaian komputer berhubung dan berinteraksi antara satu sama lain. Pada tahun 1982 juga, istilah internet telah digunakan secara rasmi (Net Timeline, 2000).
Pada tahun 1989, National Science Foundation (NSF) telah menubuhkan 5 pusat wilayah ‘superkomputer’ yang boleh dikongsi bagi tujuan penyelidikan akademik. Ini merupakan permulaan kepada World Wide Web (WWW). Pada tahun 1991, Ghoper dan WAIS (Wide Area Information Service) telah diperkenalkan dan seterusnya pada tahun 1993 Mosaic diperkenalkan. Ia merupakan pengimbas web yang kemudian diambil alih oleh Netscape Navigator. Pada tahun 1994, NSF mempunyai 5000 pusat wilayah dan merangkumi pelbagai agensi, kampus universiti dan perniagaan.
Perkembangan pesat dalam teknologi multimedia dan teknologi internet membawa nafas baru dalam dunia pendidikan berasaskan teknologi maklumat dan komunikasi. Gabungan kedua-dua teknologi ini semakin merancakkan lagi penggunaan teknologi tersebut dalam bidang pendidikan. Ini adalah kerana sejak kebelakangan ini penggunaan teknologi World Wide Web atau internet menjadi begitu dominan dalam kehidupan manusia. Penggunaan teknologi ini telah berkembang dengan pesat dalam sistem pendidikan negara samada di peringkat sekolah rendah sehingga ke peringkat pengajian tinggi. Pembelajaran menerusi internet atau web adalah pendekatan baru yang semakin mendapat perhatian dan ia masih dikaji daripada pelbagai aspek oleh golongan pendidik (Khan, 1997).
Kandungan web Jumlah pengunjung (000)
Jumlah seluruh dunia (umur +15) 726,749
Microsoft 505, 479
Yahoo! 480,641
Google 467,498
eBay 237,327
Time Worker Network 217,843
Wikipedia 154,848
Amazon 133,518
Fox Interactive Media 117,769
Ask Network 112,768
Adobe 95,196
Apple Computer, Inc. 94,909
Lycos, Inc. 91,126
CNET Networks 84,259
YOUTUBE.COM 81,019
Viacom Digital 65,799
Sumber : Majalah PC keluaran Februari 2007, m.s 8
Jadual 2 : Statistik kunjungan laman web oleh pengunjung secara global pada tahun 2006.
Statistik di atas menunjukkan kepesatan teknologi internet (merujuk pada kombinasi teknologi komputer dan komunikasi) banyak membantu dalam proses P&P. Pembelajaran secara terus menerusi internet mampu menyediakan suasana pembelajaran yang kompleks serta tidak berstruktur menyerupai keadaan dalam kehidupan sebenar.

2.1 Internet di Malaysia
Kewujudan internet d negara ini bermula apabila Rangkaian Komputer Malaysia (Rangkom) diwujudkan pada tahun 1987. Sungguhpun demikian, MIMOS yang ditubuhkan pada tahun 1985 telah memainkan peranan penting dalam merealisasikan perkhidmatan internet kerana projek RangKom terbesar menjadi projek “Joint Advanced Research Integrated Network” atau dikenali sebagai rangkaian bersepadu “JARING” pada taun 1991. Projek ini mempromosikan pertukaran maklumat dan pembangunan pangkalan data melalui capaian internet dengan kos yang tidak membebankan.
Negara kita memasuki era internet apabila JARING menjadi Internet Service Provider (ISP) yang pertama, diikuti oleh TMNet sebagai ISP kedua pada tahun 1996, MAXIS, ISP ketiga dan Time Telekom dan ISP keempat pada tahun 1999. Dianggarkan pada bulan November tahun 1999 terdapat hampir 630,000 orang pelanggan internet di Malaysia dan meningkat ke 1,157,384 orang pada tahun 2000 (Malaysia, 2001). Internet terus berkembang di negara ini bukan sahaja daripada peningkatan capaian oleh orang ramai, malah dari segi teknologi dalam pendidikan juga mengaplikasikan teknologi ini.
Pada tahun 2007, Telekom Malaysia Bhd (TM) dan Verizon Business hari ini memeterai Memorandum Persefahaman (MOU) bagi meninjau kemampuan menubuhkan Hab Internet Protokol (IP) Malaysia. MOU ini menyokong agenda kebangsaan Malaysia bagi membolehkan syarikat-syarikat Malaysia memanfaatkan kemampuan komunikasi IP termaju. Melalui perjanjian ini membolehkan Malaysia sebagai hab Internet rantau Asia-Pasifik, untuk syarikat-syarikat dalam negara mendapat manfaat daripada perkhidmatan IP tempatan. Dengan penubuhan hab tersebut bersama Verizon Business, syarikat-syarikat milikan asing dan tempatan yang berada di Malaysia berpeluang menggunakan teknologi rangkaian IP termaju serta membuat persediaan untuk perkhidmatan komunikasi masa depan. Ini adalah kerana Rangkaian IP Verizon Business adalah salah satu rangkaian IP terbesar dan paling disegani dalam industri dan salah satu daripada syarikat rangkaian Tahap-1 yang paling tersohor di dunia. Ini terdiri daripada 3 angka utama Sistem Autonomous (AS), iaitu AS701 untuk rangkaian IP Amerika Utara, AS702 untuk rangkaian IP Eropah, Timur Tengah dan Afrika (EMEA) dan AS703 untuk rangkaian IP Asia Pasifik (APAC).
Perkongsian ini akan menghasilkan penjimatan kos yang signifikan bagi TM dan Pembekal Khidmat Internet (ISP) lain kerana pertanyaan dan lalu-lintas Internet hanya terbatas dalam negeri. Selain itu, pengguna Internet mampu mengakses tapak web antarabangsa dengan lebih cepat. Di samping itu, permuafakatan ini akan membuka ruang baru dalam perkongsian laluan Internet ke Malaysia oleh para pembekal ISP Tahap-1 seperti dari Korea, Jepun, China dan India , sekali gus memantapkan lagi kedudukan Malaysia sebagai hab IP utama di rantau ini dengan kemampuan setanding negara-negara yang telah terlebih dahulu menempa nama di rantau ini. Kepesatan penggunaan internet yang berkadaran dengan komputer telah meningkat dari setiap tahun di seluruh dunia seperti Jadual 3 di bawah:
Tahun Pengguna internet
1983 562
1984 1024
1985 1961
1986 2308
1987 5089
1988 28174
1989 80000
1990 290000
1991 500000
1992 727000
1993 1200000
1994 2217000
1995 4852000
1996 9472000
1997 16146000
1998 29670000
1999 43230000
2000 73000000
Sumber : The Internet Book, Douglas E. Comer, m.s 76
Petunjuk 2000 2005 2010
Talian telefon tetap yang beroperasi
Bilangan talian yang beroperasi (juta)
4.6
4.4

Kadar penembusan (%)² 19.7 16.6 –
Komputer peribadi dipasang
Bilangan komputer dipasang (juta) 5.0 19.5 24.4
Kadar penembusan (%)² 21.8 74.1 85.0
Langganan internet dial-up
Bilangan langganan (juta) 2.2 5.7 11.5
Kadar penembusan (%)² 9.4 21.8 40.0³
Langganan internet jalur lebar
Bilangan langganan (juta) – 490,630 3,733,000
Kadar penembusan (%)² – 1.9 13.0
Jadual 4 : Penunjuk ICT terpilih pada tahun 2000 sehingga 2010 di Malaysia
Memandangkan bertambahnya permintaan untuk ruang alamat internet, kerajaan akan mempertimbangkan keperluan untuk menukar rangkaian internet Malaysia daripada teknologi Internet Protocol Version 4 (IPv4) kepada Internet Protocol Version 6 (IPv6). Ini jelas menunjukkan Malaysia tidak ketinggalan dalam teknologi ICT khususnya dalam penggunaan internet yang semakin ramai penggunanya pada masa kini.

3.0 Aplikasi Internet dalam Pendidikan
Internet dapat diaplikasikan dalam pendidikan melalui aktiviti-aktiviti samada dalam tugasan harian atau yang melibatkan proses P&P. Menurut Majlis Teknologi Maklumat Kebangsaan Malaysia (MTMK) melaporkan terdapat 10 juta pengguna internet dijangkakan pada tahun 2003. Terdapat pertambahan empat kali ganda atau pertambahan 400 peratus daripada 1.6 juta pada tahun 1998 kepada 6.5 juta pada tahun 2001 (Berita Harian, 14 Jun 2002). Ini menunjukkan penggunaan internet ini diaplikasikan dalam kehidupan seharian dan dalam pendidikan di Malaysia.

Terdapat petanda pembinaan teknologi baru meningkatkan prestasi pembelajaran. Evans dan Nation (2000) telah melaporkan bahawa penggunaan inovasi teknologi baru termasuk internet telah banyak memberi sumbangan dalam pendidikan dan diantaranya adalah (a) menyediakan peluang untuk penambahbaikan mutu pendidikan (Oliver and Short, 1997), (b) menyokong untuk memenuhi kehendak individu dalam program pendidikan (Kennedy and McNaught, 1997), (c) menyediakan peluang untuk belajr dengan luas dalam konteks sumber asli (Lafley, Tupper and Musser, 1998), dan (d) menyediakan alat yang membolehkan guru pelatih meningkatkan kuasa dan proses kognitif (Jonassen and Reevers, 1996). Charp (2000) pula menyatakan kemajuan internet telah membawa perubahan positif kepada cara guru mengajar dan murid belajar, bekerja, berkomunikasi dan bermain. Revolusi internet bukan sahaja mencari maklumat secara global malah menjalin dan merapatkan hubungan manusia untuk berkomunikasi.
(a) Komunikasi
Mail Elektronik (E-mel) merupakan antara perkhidmatan internet yang digunakan dengan meluas. Selain itu, listservs, Newsgroups dan Chat juga merupakan perkhidmatan internet yang membolehkan kita berkomunikasi. Sesiapa sahaja boleh berkomunikasi antara satu sama lain dengan menggunakan komputer yang dihubungkan dengan internet. Melalui kajian Hampton (2000) terhadap 40,456 responden di Amerika Syarikat. Dapatan kajian mendapati bahawa terdapat hubungan positif antara penggunaan e-mel. Kajian menunjukkan semakin kerap seseorang menggunakan internet maka semakin kerap mereka berhubung dengan rakan atau -saudara melalui e-mel. Ini jelas menunjukkan penggunaan e-mel dapat membentuk isolasi masyarakat.
Melalui penggunaan e-mel juga, guru dengan pelajar boleh menyertai kumpulan perbincangan untuk bersoaljawab, bincang soalan dan berkongsi pengalaman serta pengetahuan. Antara aktiviti yang boleh dilakukan oleh guru dengan mengunakan e-mail ialah (Zulkifli, 1998):
i. Berkomunikasi secara dalaman dan luaran sesama guru, ibu-bapa, pelajar, dan pihak jabatan serta kementerian.
ii. Mendapatkan khidmat nasihat pakar dan bantuan teknikal.
iii. Berkongsi dan bertukar pendapat berhubung dengan proses pengajaran dan pembelajaran ;teknik pengajaran terbaik, idea kreatif dan inovatif, latihan dan penilaian, bahan bantu mengajar dan sebagainya.
iv. Menghubungi agensi pusat dan swasta serta institusi pendidikan lain mengenai sesuatu program dan polisi yang di gunakan khususnya dalam menyelesaikan sesuatu masalah yang timbul.
Antara aktiviti yang boleh dilakukan oleh pelajar melalui e-mail ialah:
i. Berkongsi menjalankan sesuatu projek dengan pelajar di sekolah-sekolah lain.
ii. Berbincang dengan rakan dari kalangan berbagai budaya dan latar belakang negara mengenai berbagai isu semasa.
iii. Mengalakkan perkembangan bahasa terutama bahasa Inggeris melalui komunikasi dengan rakan pena di luar negara.
iv. Memperolehi bahan dan teknik di dalam menyelesaikan sesuatu masalah pelajaran secara “on-line”.
(b) Perolehan Maklumat

Terdapat banyak maklumat yang menarik dan pelbagai untuk guru dan pelajar dalam internet. Maklumat tersebut tersedia dalam Web dalam bentuk pangkalan data, dokumen, maklumat kerajaan, bibliografi atas talian, penerbitan dan perisian komputer. Kebanyakannya adalah maklumat terkini, tersedia dengan percuma dan dapat dicapai dengan cepat. World Wide Web, juga digelar Web atau WWW adalah aplikasi internet yang berfungsi dengan menggabungkan teks dan grafik dalam satu dokumen atau antaramuka pengguna yang sama (Ahmad Zaharim, 2000).

Web juga mampu menggabungkan audio, video dan juga animasi dalam satu dokumen yang sama. Oleh itu, dokumen Web boleh dianggap sebagai sebuah dokumen multimedia. Ia juga adalah dokumen hiperteks yang mengandungi pautan ke dokumen-dokumen lain atau lokasi lain dalam dokumen yang sama. Dokumen hiperteks ini ditulis mengikut format atau bahasa yang dikenali sebagai Hypertext Markup Language (HTML). Gabungan multimedia dan hiperteks ini menjadikan Web sebagai satu aplikasi hipermedia yang unik.

Maklumat-maklumat yang terkandung di dalam internet meliputi pelbagai kategori dari seluruh dunia. Maklumat-maklumat ini sentiasa dikemaskini supaya maklumat yang dipaparkan sentiasa terkini dan tepat. Maklumat ini berbeza dengan meklumat dari buku yang jarang dikemaskini. Maklumat-maklumat yang boleh diakses ini memudahkan guru dan pelajar mencari maklumat untuk tujuan pengajaran dan pembelajaran. Malah guru yang kreatif boleh membina laman web sendiri bagi memudahkan pelajar mengaksesnya bagi tujuan pembelajaran subjek yang diajar. Menurut Collis & Anderson (1995) akses internet di sekolah-sekolah memberikan faedah yang tidak bernilai kepada pelajar. Jadual 3 di bawah menunjukkan peratusan pengguna mengakses internet daripada pelbagai lokasi.
Lokasi akses internet Peratusan pada tahun 2006
Tempat kerja 41.4
Sekolah 24.5
Tempat awam(siber kafe dan perpustakaan) 50.2
Hotspot 1.9
Lain-lain 1.7
Jadual 3 : Lokasi akses internet di Malaysia
Kemudahan internet tidak mudah dicapai dalam tahun 2005 dan 2006. Akan tetapi kini setiap invidu mampu milik komputer peribadi dan kemudahan internet seperti Streamyx, Jaring, Broadband dan 3G menawarkan pakej harga bulanan yang murah dan mampu dibayar oleh pelanggan khususnya pelajar di IPTA. Bagi menyempurnakan hasrat ini, kerajaan telah memudahkan kita dengan memberikan kelonggaran untuk mengeluarkan wang simpanan masing-masing melalui akaun Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP), sebanyak RM3500.00 bagi pembelian komputer untuk ahli-ahli KWSP.
Dari sini kita sedar, maklumat-maklumat yang bakal dapat dan guna dari penggunaan komputer itu sangat bergunaTeknologi komputer telah terbukti sebagai mesin elektronik yang anjal dan berkeupayaan tinggi. Kepantasan dan kecekapan komputer dalam melaksanakan tugas-tugas yang melibatkan pengiraan yang tepat serta menganalisis dan meramal keadaan cuaca, meletakkan kedudukan komputer sebagai media yang semakin diperlukan dalam kehidupan kita. Terdapat pelbagai kemudahan yang boleh dicapai dalam internet ini seperti dalam Jadual 4 dibawah :
Kemudahan internet Peratus penggunaan pada tahun 2006
Mencari maklumat 84.5
Berkomunikasi menggunakan teks (e-emel, ruang berbual, instant message) 80.7
Hiburan (muzik, video, permainan komputer dan lain-lain) 52.6
Pendidikan (formal dan tidak formal) 45.6
Aktiviti e-commerce / kewangan 23.6
Perkhidmatan awam 12.0
Lain-lain kemudahan dan perkhidmatan 0.2
Jadual 4 : Penggunaan aplikasi internet di Malaysia

(c) Penyiaran Maklumat
Guru dan pelajar boleh menyiarkan bahan-bahan dalam internet. Proses penyiaran melalui internet adalah lebih cepat dan murah berbanding dengan saluran tradisional. Hasil kerja pengajar dan pelajar boleh dihantar ke internet supaya seluruh dunia dapat membacanya atau membuat penilaian terhadap sesuatu pengajaran yang dibangunkan. Kreativiti dan inovasi guru juga dapat dipaparkan melalui internet bagi pembangunan dan pengembangan kerjaya seseorang guru dalam bidangnya. Dengan adanya penyebaran maklumat secara global ini, ia juga dapat menaikkan lagi nama sesebuah institusi pengajian.

(d) Pembelajaran interaktif dalam talian
Internet telah membolehkan perkhidmatan dan program latihan disalurkan melalui talian dan diakses secara jarak jauh. E- Learning atau pembelajaran melalui online adalah pembelajaran yang pelaksanaanya didukung oleh jasa teknologi seperti telefon, audio, videotape, transmisi satelit atau komputer. Menurut Lowe (2000) staf akademik dan pelajar mendapati pembelajaran secara talian merupakan satu kaedah yang menyenangkan pembelajaran dan pengajaran.

Pembelajaran ini membolehkan pelajar belajar di mana sahaja dan pada masa yang dipilih oleh pelajar. Ini membolehkan pelajar menguruskan sendiri masanya dengan lebih efektif. Pembelajaran secara maya ini juga melibatkan penggunaan kos secara efektif. Pembelajaran secara interaktif secara talian membolehkan pelajar meneroka maklumat baru menerusi perpustakaan digital atau laman web. Pelajar berpeluang mendapatkan pengalaman berbincang dengan pakar dari universiti melalui e-mel atau blackboard. Apabila semakin banyak teknologi diperkenalkan dalam bidang pendidikan, pendidikan jarak jauh menyediakan satu cara untuk menyebarkan maklumat dan pengetahuan secara global.

Kebaikan pendidikan melalui e-pembelajaran adalah seperti yang berikut:
i. Pelajar boleh belajar mengikut tahap sendiri berdasarkan keupayaannya.
ii. Belajar mengikut lokasi yang sesuai samada di pejabat, rumah, universiti dan masa santai kerana kemudahan internet ini boleh diakses di mana sahaja lebih-lebih lagi dengan adanya 3G.
iii. Pelajar boleh melibatkan diri dalam program yang ditawarkan oleh universiti, kolej, dan kumpulan lain yang menawarkan program berprestij dan berkualiti tanpa berpindah lokasi.
iv. Pembelajaran melalui e-pembelajaran membolehkan pelajar dilatih untuk menggunakan pelbagai teknologi seperti pemain CD, penyiaran komputer, rakaman pita video dan lain-lain.
v. Pelajar boleh mengarahkan pembelajaran mereka sendiri akan tetapi panduan pembelajaran diperlukan untuk memudahkan proses pengajaran dan pembelajaran.Pelajar perlu bertanggungjawab terhadap program pengajiannya, menyelesaikan tugasan dalam tempoh masa yang ditetapkan, mengumpul maklumat dan membangunkan kemahirannya.

Impak pembelajaran secara e-learning
Penggunaan e-learning memberi impak pembelajaran atau peluang yang luas kepada pelajar menerusi penglibatan aktif pelajar, interaktif, koloboratif dan menggalakkan pembelajaran seumur hidup. Pengalaman pembelajaran boleh diperolehi menerusi penggunaan e-learning tidak dibatasi oleh empat dinding kelas semata-mata; malah penggunaannya mampu menambah nilai pembelajaran sekiranya diurus dalam persekitaran pembelajaran yang sesuai. Nilai-nilai tersebut sebagaimana diberikan oleh (Oblinger, Barone dan Hawkins, 2001) iaitu Exploration, Experience Engagement, Empowerment, Effectiveness, Expanded dan Ease of Use.
(e) E-Library
Merupakan perpustakaan online yang berisikan 800 juta maklumat ilmu pengetahuan yang sangat berguna khususnya dalam pengajaran dan pembelajaran. Kewujudan perpustakaan secara maya ini boleh diakses seluruh dunia. Ia membolehkan para guru dan pelajar untuk mendapatkan bahan dan maklumat untuk projek atau penyelidikan bagi meningkatkan inovasi dan kreativiti guru dan pelajar dalam sesuatu bidang yang diceburi. Jurnal-jurnal dan teks-teks elektronik banyak membantu pembelajaran ke arah meneroka maklumat mengikut kehendak individu secara interaktif.
(f) EdukasiNet
Internet menyediakan pentas-pentas perbincangan dalam pelbagai subjek. Kumpulan berita dan secara perbincangan secara asasnya adalah aplikasi dan lanjutan kepada penggunaan e-mel secara berkesan. Pelajar dan pengajar boleh berkongsi sebarang maklumat tanpa batasan dalam bidang-bidang khusus mereka. Terdapat beribu-ribu kumpulan perbincangan yang boleh disertai oleh pendidik bagi membincangkan isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan. Aplikasi IRC ini juga membolehkan komunikasi dua hala dilakukan antara dua atau lebih orang pengguna.

(g) Pindahan fail (FTP)
FTP adalah kaedah menggunakan internet bagi menyalin satu fail dari satu komputer ke satu komputer yang lain. Ia dapat dilaksanakan dengan menggunakan arahan UNIX, dengan menggunakan perisian FTP yang khas atau menggunakan perayauan FTP seperti Netscape, Internet Explorer dan sebagainya. Memunggah simpan fail kini sudah menjadi mudah dan semakin kerap dilakukan orang semasa menggunakan Netscape/Explorer atau enjin carian yang lain. Kebaikan FTP adalah segala bahan pembelajaran yang terdapat dalam sesebuah server (di mana-mana institusi pengajian/kolej) boleh dipindahkan ke komputer peribadi samada yang terdapat di sekolah mahupun di rumah tanpa sebarang perubahan dan dalam proses pemindahan yang singkat. Kemudahan dalam maklumat ini banyak membantu pengajar dan pelajar merealisasikan proses P&P dengan lebih berkesan dan efektif. Pada hari ini ada maklumat dapat dimuat turun secara percuma dan berbayar bergantung kepada teknologi semaa, kepentingan dan pengolahan bahan tersebut dalam internet.
(h) Telesidang Video
Pembangunan terkini yang berlaku dalam pendidikan adalah berasaskan video yang dikenali sebagai video interaktif dua hala. Teknologi ini boleh menghantar dan menerima maklumat dari lokasi-lokasi yang dilengkapkan dengan kamera, mikrofon dan monitor video. Kaedah transmisi menggunakan peralatan seperti satelit, gelombang mikro, kabel, gentian optik atau talian telefon digital yang dapat menghubungkan antara dua lokasi atau lebih. Melalui penggunaan video interaktif ini membolehkan seorang pengajar pakar yang berada dalam satu lokasi mengajar pelajar-pelajar yang berada dalam lokasi yang berlainan dan jauh antara satu sama lain.
Menurut J. Maki (2001), menyatakan penggunaan telesidang video ini menyelesaikan masalah dalam P&P, walaubagaimanapun penggunaannya memerlukan perancangan dan latihan yang rapi supaya perancangan mengajar adalah lebih berkesan dan efektif. Telesidang juga membolehkan pendidik dan pelatih mempersembahkan maklumat yang ditayangkan pada skrin televisyen di lokasi pedalaman. Peserta boleh melihat apa yang sebenarnya berlaku dan berinteraksi dengan orang pada lokasi yang dihubungkan itu.

3.1 Aktiviti pembelajaran internet
Teknologi membantu pelajar dalam pembelajaran aktif, konstruktif, autentik, bermatlamat dan koperatif. Di antara aktiviti yang dijalankan dengan menggunakan internet adalah seperti yang berikut:
i. Menyokong ujikaji saintifik
Internet digunakan sebagai alat bagi memudahcarakan perayauan pengetahuan oleh pelajar. Perayauan menjadi efektif apabila pelajar mengetahui dengan jelas tujuan ia membuat perayauan, tujuan mencari maklumat ialah untuk menyelesaikan masalah (pembelajaran seperti Problem Based Learning). Sejumlah 192 projek R&D berkaitan dengan ICT bernilai RM46 juta diluluskan di bawah Program Penumpuan Penyelidikan dalam Bidang Keutamaan
(IRPA). Penggunaan internet juga membantu penyelidikan khususnya di dalam pembangunan ICT negara di mana 27 projek berkaitan ICT berjumlah 28 juta juga telah diluluskan di bawah Skim Geran Penyelidikan dan Pembangunan Industri (IGS).
ii. Merekacipta laman web
Membina pengetahuan yang melibatkan pengumpulan idea baru, membandingkan idea dengan struktur sedia ada, mengenalpasti dan memperbaiki perbezaan pendapat di antara apa yang telah diketahui dan apa yang sudah diketahui, dan mengubahsuai pendapat yang sedia ada jika diperlukan. Papert (1990) menyatakan bahawa cara untuk membina pengetahuan ialah menyokong pembinaan artifak fizikal, iaitu membina pengetahuan melalui pembinaan benda. Justeru itu, membina laman web merupakan aktiviti kontruktivitis yang melibatkan pelajar dalam hakcipta rekaan sendiri dan kesan penerbitan.
Para pengajar juga boleh merekacipta laman web bagi proses P&P. Kaedah laman web ini masih dianggap baru bagi sesetengah institusi pengajian berbanding dengan kaedah kuliah yang telah digunakan sejak sekian lama. Kaedah pengajaran melalui laman web ini adalah kaedah pengajaran yang melibatkan pemerhatian dan membuat. Dalam hal ini, pelajar akan memerhati laman web yang disediakan menerusi monitor komputer bertalian internet dengan cara membaca serta berinteraksi dan seterusnya melakukan kerja-kerja mencatat atau membuat penyalinan.
Secara pedagoginya, laman web dapat menyediakan bahan kuliah yang terancang sejajar dengan keperluan tajuk dan kurikulum. Kebaikan pembelajaran menerusi laman web adalah:-
a. Bahan pengajaran dalam bentuk laman web bagi memudahkan pelajar memahami pengajaran pengajar ketika atau selepas kuliah.
b. Menyediakan ruang untuk pelajar berinteraksi dengan pengajar menerusi e-mel.
c. Menggalakkan pelajar dengan menggunakan kemudahan internet untuk tujuan pembelajaran.
d. Menyebarkan maklumat kuliah supaya dapat dicapai oleh pelajar di mana-mana sahaja dengan menggunakan teknologi internet.
iii. Menyokong pembinaan pengetahuan sosial melalui komunikasi pakatan kerjasama.
Internet merupakan alat pengajaran dan pembelajaran yang mengandungi banyak topik menarik yang boleh dirayau oleh pelajar tanpa batasan dan had untuk mencapai maklamat dalam pembelajaran mereka. Hanya pelajar yang berdisiplin dan sentiasa mengikuti matlamat pengajaran, serta pandai membuat keputusan sahaja yang akan mendapati penggunaan internet ini merupakan satu sumber pembelajaran yang mengagumkan.
iv. Mentor siber : Komunikasi melalui internet
Internet menyediakan pelbagai cara untuk berbincang tanpa sempadan tempat atau negara. Melalui internet pelajar boleh berbincang tentang apa yang telah dipelajari, memperkayakan pemikian input yang disumbangkan oleh pelajar lain. Contohnya organisasi yang dikenali sebagai Bike About (http://www.ime.net/ddg/Bike) menyediakan hubungan pembelajaran tentang orang dan tempat dengan menghantar satu pasukan berbasikal untuk berkongsi pengalaman dengan sekolah-sekolah di serata dunia dan melalui pelbagai cara.

4.0 Penggunaan teknologi internet

Penggunaan internet dalam pengajaran dan pembelajaran dapat meningkatkan minat dan seterusnya pretasi pelajar. Kajian yang dilakukan oleh US National School Foundation dalam Thomas (2000) terhadap 1735 ibu bapa dan 601 pelajar di Amerika Syarikat mendapati 53% ibu bapa dan 48% pelajar mengatakan penggunaan utama internet ialah untuk menyiapkan kerja sekolah. Kajian menunjukkan 43% daripada responden kajian menyatakan penggunaan internet dan multimedia meningkatkan prestasi pencapaian mereka di sekolah.
Mengikut kajian yang dijalankan oleh MCI (1998) di Amerika Syarikat yang berkaitan dengan penggunaan internet dalam pendidikan, 91% guru berminat dengan penggunaan internet semasa mengajar. Kajian tersebut juga menunjukkan bahawa lebih 48% guru sudah menggunakan internet dalam pengajaran mereka. Kebanyakan guru dan masyarakat di Amerika percaya internet dapat meningkatkan taraf pendidikan kerana;
i. 90% berpendapat internet dapat meningkatkan pencapaian pelajar;
ii. 97% berpendapat internet dapat menyediakan pelajar kepada kejayaan di masa hadapan;
iii. 87% berpendapat internet dapat mengurangkan kos yang perlu guru gunakan dalam aktiviti dalam kelas.
Dalam mengkaji tahap penggunaan internet dalam pendidikan, Sunal (1996) telah mengkategorikan tahap penggunaan internet kepada lima tahap penggredan seperti dalam Jadual 5 di bawah:
Tahap 1 Mengumpul maklumat dari internet
Tahap 2 Berkongsi maklumat yang boleh diperolehi daripada internet dengan pelajar.
Tahap 3 Mengaplikasikan atau menerapkan penggunaan internet terus ke dalam pengajaran yang hendak disampaikan.
Tahap 4 Guru bertindak sebagai pemudahcara dalam projek pelajar yang menggunakan pelbagai sumber dari internet.
Tahap 5 Pelajar merancang dan melaksanakan penggunaan internet itu sendiri.
Jadual 5: Tahap penggunaan internet dalam pendidikan

Berdasarkan kajian Sunal (1996) yang dijalankan di sekolah-sekolah di Amerika Syarikat tentang tahap penggunaan internet di kalangan guru-guru pelatih, di dapati bahawa tahap penggunaan internet kebanyakkannya berada pada tahap 2. Tahap penggunaan internet meningkat sedikit selepas bengkel tentang cara untuk mengakses internet dan mencari maklumat diberikan kepada para guru (Sunal, 1996).
Kajian yang dijalankan oleh Becker (1999) terhadap 2,250 orang guru sekolah di Amerika Syarikat mendapati majoriti (59%) guru mempunyai akses internet di rumah dan 39% mempunyai akses internet di sekolah. Dalam penggunaan internet dalam pengajaran dan pembelajaran, di dapati 68% guru menggunakan internet atas daya usaha sendiri untuk mencari maklumat bagi tujuan pengajaran. Sementara itu dalam penggunaan internet sebagai alat komunikasi, di dapati bahawa hanya 16% guru berkomunikasi denga menggunakan e-mel dengan guru dari sekolah lain dan hanya 18% guru menghantar informasi, pendapat, cadangan dan hasil kerja pelajar ke laman web.
Penggunaan internet kian berkembang dengan rancak di Malaysia. Pada tahun 2000 hanya sebanyak 700,000 pengguna internet dan pada masa itu hanya sebanyak 250,000 orang guru di negara ini yang memiliki komputer peribadi dan kira-kira 20% saja yang mempunyai akses internet. Perangkaan ini jelas menunjukkan pemilikan komputer ada kaitannya dengan penggunaan teknologi internet. Pertambahan penggunaan dalam teknologi internet kian berkembang selaras dengan pembangunan ICT di Malaysia. Pengunaan internet di kalangan pelajar sepenuh masa/ separuh masa adalah seperti Jadual 6.
Status persekolahan Peratusan Penggunaan Internet
2005 2006
Pelajar (sepenuh masa/ separuh masa) 36.2 36.6
Pelajar yang telah bekerja 63.8 63.4
Jadual 6 : Penggunaan internet di kalangan pelajar

Tahap pendidikan pengguna internet Peratusan pengguna internet
2005 2006
Tidak bersekolah 0.1 0.6
Sekolah rendah 1.4 1.1
Sekolah menengah 37.7 32.0
Sijil dan diploma 25.4 28.9
Ijazah dan ke atas 35.4 37.4
Jadual 7 : Tahap pendidikan pengguna internet
Jadual 6 dan Jadual 7 menunjukkan peratusan pengguna internet adalah di kalangan pelajar adalah masih rendah. Ini jelas menunjukkan semasa pembelajaran, penggunaan internet adalah kurang meluaskan dan tidak berapa dipraktikkan dalam sistem pembelajaran negara. Kajian yang dilakukan oleh Ghafar Maarof (1997) terhadap 197 orang guru di Hulu Langat di dapati semakin banyak guru menggunakan komputer, semakin tinggi penggunaan internet. Kajian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan di antara tahap penggunaan komputer dan sikap guru terhadap penggunaan internet. Kajian ini juga menunjukkan bahawa tahap penggunaan internet di kalangan guru akan meningkat apabila para guru mempunyai pengetahuan tentang internet. Akan tetapi sekiranya pengajar tidak berpengetahuan dan tidak melibatkan pelajar dalam penggunaan internet semasa pengajaran maka pengetahuan pelajar terhadap penggunaan internet akan menjadi kurang dan tidak berkembang.

Umur Peratusan pengguna internet mengikut umur
2005 2006
Bawah 15 tahun 6.5 7.3
15-19 18.6 18.7
20-24 17.2 16.3
25-29 12.5 11.3
30-34 12.2 12.3
35-39 9.9 10.4
40-44 9.6 10.6
45-49 5.1 6.1
50 tahun dan ke atas 8.4 7.1
Jadual 8 : Peratus penggunaan internet mengikut umur di Malaysia
Jadual 8 di atas jelas menunjukkan pengguna internet yang berumur dalam lingkungan 25-29 dan 30-34 adalah merupakan pengguna internet yang teramai mengikut lingkungan usia. Kemudahan internet ini boleh diakses di mana-mana. Menurut kajian yang telah dilakukan pada tahun 2005 dan 2006, sebahagian besar rakyat Malaysia mengakses internet di tempat awam (siber kafe dan perpustakaan). Internet dijangka telah diketahui kegunaannya oleh kebanyakan guru pelatih di UPSI. Implikasi penggunaan internet mempunyai pertalian dengan kegiatan menyokong pembelajaran. Kajian oleh Abd. Ghani (2002) bagi penggunaan teknologi internet di kalangan 146 pelatih di Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) seperti Jadual 9 di bawah:
Bil. Perkara Tidak Pernah (%) Jarang (%) Sederhana
(%) Kerap (%) Sangat Kerap (%) Skor min
1 Memperoleh maklumat kursus 2.7 8.2 24.7 46.6 17.8 3.685
2 Menambah pengetahuan 4.1 5.5 41.1 38.4 8.2 3.328
3 Mengisi masa lapang 4.1 24.7 35.6 23.3 6.8 2.877
4 Membaca dan menghantar e-mel 15.1 26.0 21.9 24.7 12.3 2.932
5 Berbual (chat) 37.0 39.7 13.7 5.5 2.7 1.932
6 Membina laman web 64.4 24.7 5.5 4.1 0 1.466
7 Memuat turun fail 35.6 23.3 20.5 17.8 1.4 2.219
8 Membeli belah 86.3 6.8 2.7 0 0 1.082
9 Bank-on-line 1.4 87.7 1.4 0 0 1.082
10 Mengikuti kursus (menyemak bahan kuliah/ kursus on-line) 31.5 26.0 15.1 20.5 5.5 2.384

Jadual 9: Tujuan khusus penggunaan internet bagi guru pelatih UPSI
Terdapat kajian yang dijalankan di tiga sekolah menengah di Bahau iaitu Sekolah Menengah Chi Wen, Sekolah Menengah Datuk Manshor dan Sekolah Menengah Bahau. Seramai 70 orang guru yang dipilih secara rawak telah diberi borang soal selidik mengenai penggunaan teknologi internet. Pembolehubah bersandar daam kajian ini adalah tahap penggunaan internet di kalangan guru dan kesediaan guru menggunakan internet. Skala likert yang digunakan adalah 1= tidak pernah / amat tidak setuju, 2 = jarang / tidak setuju, 3 = sederhana/kurang setuju, 4 = kerap/setuju dan 5 = sangat kerap / sangat setuju. Kajian dianalisa dengan menggunakan ANOVA.
Hasil daripada kajian didapati seramai 57% responden tidak mempunyai pengalaman menggunakan internet manakala selebihnya mempunyai pengalaman.
Item Bilangan guru Peratusan (%)
Ya 45 57.0
Tidak 34 43.0
Jumlah 79 100
Jadual __ : pengatahuan penggunaan internet
Penggunaan internet dalam masa seminggu seperti jadual di bawah :
Item / minggu Bilangan guru Peratusan (%)
Tidak guna langsung 38 48.1
Kurang daripada 5 jam 31 39.2
5 – 10 jam 7 8.9
Lebih daripada 10 jam 3 3.8
Jadual ___ : Penggunaan internet dalam seminggu
Perisian internet yang kerap digunakan oleh responden adalah seperti Jadual ___:
Perkara Sangat kerap Kerap Sederhana Jarang Tidak pernah
Perisian e-mel n
% 7
15.6 5
11.1 11
24.4 18
40.0 4
8.9
Menggunakan pengimbas web untuk mencari maklumat (Internet Explorer dll) n
% 7
15.6 12
26.7 10
22.2 11
24.4 4
8.9
Perisian berbual/chatting (ICQ/IRC) n
% 2
4.4 4
8.9 4
8.9 6
13.3 29
64.4
Perisian diskusi/Newsgroup untuk berbincang
Perisian telefon internet n
% 0
0 4
8.9 4
8.9 11
24.4 26
57.8
Perisian membina laman web untuk membina homepage n
% 1
2.2 1
2.2 3
6.7 4
8.9 36
80.0
Jadual ___ :
Kekerapan penggunaan internet bagi responden adalah seperti jadual ___ :
Perkara Sangat kerap Kerap Sederhana Jarang Tidak pernah Min kekerapan
Mencari maklumat n
% 8
17.8 8
17.8 15
33.3 10
22.2 4
8.9 3.1 Kerap
Menambah pengetahuan n
% 6
13.3 12
26.7 9
20.0 14
31.1 4
8.9 3.1 Kerap
Mengisi masa lapang n
% 3
6.7 7
15.6 9
20.0 15
33.3 11
24.4 2.5
Sederhana
Membaca dan menghantar e-mel kepada rakan-rakan n
% 8
17.8 5
11.1 5
11.1 8
17.8 19
42.2 2.4 Sederhan
Mencari bahan untuk pengajran di sekolah n
% 0
0 5
11.1 11
24.4 14
31.1 15
33.3 2.1 Sederhana
Berbual-bual dengan rakan n
% 2
4.4 4
8.9 4
8.9 9
20.0 26
57.8 1.8 jarang
Mengikut kursus secara online n
% 0
0 1
2.2 4
8.9 3
6.7 37
82.2 1.3 jarang
Membina laman web n
% 0
0 1
2.2 5
11.1 4
8.9 35
77.8 1.3 jarang
Membeli belah n
% 0
0 0
0 1
2.2 3
6.7 41
91.1 1.1 jarang
Jadual __ : kekerapan penggunaan internet
Perkara Sangat kerap Kerap Sederhana Jarang Tidak pernah Min kekerapan
Mencari dan berkongsi maklumat dari internet dengan pelajar dengan tujuan untuk mencari maklumat n
% 0
0 2
4.4 13
28.9 10
22.2 20
44.4 2.0 Jarang
Menyuruh pelajar mencari sendiri maklumat dari internet n
% 3
6.7 2
4.4 12
26.7 5
11.1 23
51.1 2.0 Jarang
Menerapkan penggunaan internet terus ke dalam pengajaran yang hendak disampaikan n
% 0
0 1
2.2 6
13.3 8
17.8 30
66.7
1.5 Jarang
Menggunakan kemudahan e-mel untuk membolehkan pelajar berhubung dengan guru n
% 1
2.2 3
6.7 3
6.7 3
6.7 35
77.8 1.4 Jarang
Membina laman web untuk menyampaikan pengajaran n
% 0
0 2
4.4 4
8.9 1
2.2 38
84.4 1.3 Jarang
Megikuti kursus secara talian untuk meningkatkan pengetahuan n
% 0
0 0
0 4
8.9 5
11.1 36
80.0 1.2 Jarang
Jadual ____ : Penggunaan internet dalam proses pengajaran dan pembelajaran
Daripada jadual-jadual di atas, melalui kajian yang telah dilakukan oleh pengkaji jelas menunjukkan penggunaan internet yang lemah di kalangan guru di 3 buah sekolah. Ini menunjukkan penggunaan teknologi masih di peringkat awal bagi ketiga-tiga sekolah itu.

4.1 Masalah Penggunaan Internet
Terdapat pelbagai isu dan masalah yang timbul berhubung dengan penggunaan internet di kalangan pelajar dan guru untuk tujuan pengajaran dan pembelajaran ini.
i. Kepakaran guru yang terhad
Seseorang guru yang mempunyai komputer mempunyai kaitan dengan tahap penggunaan internet. Menurut Zoraini (2000) dalam proses mengimplementasikan program berasaskan komputer di sekolah, seseorang guru biasanya dilatih tetapi bilangannya amat terhad. Sunal (1996) mendapati pembelajaran yang bermakna boleh dicapai melalui penggunaan sumber daripada internet oleh pelajar. Namun demikian perkara ini tidak akan berlaku sekiranya pengetahuan dan pengalaman seseorang guru adalah terhad terhadap penggunaan internet.
ii. Kekurangan khidmat sokongan
Membekalkan dan menyelenggara peralatan komputer di sekolah memerlukan kos yang tinggi. Namun kekurangan kakitangan sokongan yang boleh melaksanakan kerja-kerja penyelenggaraan komputer menyebabkan banyak komputer yang mengalami kerosakan dibiarkan begitu sahaja tanpa dibaik pulih. Selain dari itu, kerja-kerja membaikpulih komputer ini dibebankan kepada guru yang mepunyai kemahiran tentang komputer. Bagi mengatasi masalah ini, setiap sekolah perlu diwujudkan unit sokongan teknikal bagi komputer yang khusus bukan sahaja dalam pemasangan komputer malah dalam kerja baikpulih dan penyelenggaraan komputer.
iii. Masalah isi kandungan dalam internet
Maklumat yang banyak di internet yang tidak ditapis akan mendatangkan bahaya dan kemudaratan khususnya kepada pelajar, yang menjadi antara golongan pelayar internet teramai di Malaysia. Terdapat banyak maklumat yang tidak sesuai seperti maklumat seks, keganasan, hasutan, kabar angin, diskriminasi, dadah, promosi keganasan dan penderaan, perjudian dan sebagainya. Kajian yang dijalankan di Amerika Syarakat mendapati 48% guru sukar mencari laman web yang bersesuaian untuk proses pengajaran dalam kelas. Kajian yang telah dijalankan oleh School Board Foundation dalam Thomas (2000) mendapati ibu bapa bimbang terhadap laman web lucah, 27% bimbang tentang keganasan dan 20% bimbang tentang kandungan kebencian.

iv. Masalah maklumat yang tidak tepat
Keistimewaan internet ialah tiada seorangpun yang memilikinya dan mengawalnya. Semua orang mempunyai hak untuk menyampaikan dan menyiarkan sebarang makluat di internet. Ini menyebabkan terdapat banyak maklumat yang tidak tepat di internet. Maklumat ini boleh mendatangkan bahawa sekiranya para remaja terutamanya golongan pelajar tidak dapat membezakan maklumat yang betul dan maklumat yang salah. Ini akan menjejaskan matlamat pengajaran dan pembelajaran melalui internet (Nancy, 1997). Oleh yang demikian, guru perlu berupaya untuk menilai maklumat yang diperolehi daripada pelbagai media dan pelbagai sumber serta membezakan ketepatannya supaya dapat membimbing pelajar mendapatkan maklumat yang tepat dan betul.
v. Masalah mencari maklumat
Mempunyai akses ke internet tidak menjamin maklumat ada dapat digunakan untuk pembelajaran yang bermakna. Keadaan ini berlaku kerana guru menghadapi masalah untuk membuat pilihan ketika mencari maklumat disebabkan gambaran di hadapan mereka bercampur aduk serta maklumatnya bercelaru. Keadaan ini akan memberi kesan kepada pemilihan. Oleh itu guru haruslah melengkapkan diri dengan kemahiran menggunakan enjin mencari maklumat yang dikehendaki daripada internet.
vi. Masalah hakcipta
Teknologi komputer telah menjadi kerja-kerja penyalinan maklumat dengan begitu senang iaitu dengan hanya menggunakan arahan file:save as pada pemapar web. Biasanya maklumat yang terdapat di internet diperolehi secara percuma. Dari sudut undang-undang, adalah menjadi kesalahan apabila seseorang menyiarkan semula sesuatu maklumat di web tanpa kebenaran bertulis daripada penulis asalnya. Namun demikian, terdapat ramai orang yang menyalin dan mempergunakan maklumat dan gambar grafik dari internet tanpa menghiraukan masalah hakcipta (Warren, 1998).
Sehubungan dengan itu, Akta Hak Cipta (Pindaan) 1997 diwujudkan bagi melindungi hak cipta intektual pengeluar multimedia melalui pendaftaran produk di internet,perlesenan dan pemerolehan royalty. Di samping itu juga, akta ini melindungi dan menjaga bahan-bahan perantaraan seperti program komputer, teks, gambar rajah, foto, imej dan lain-lain yang dilindungi oleh akta hak cipta.
v. Masalah menghasilkan pembelajaran secara talian
Penghasilan bahan pengajaran secara talian di kalangan guru masih lagi di tahap yang rendah. Ini disebabkan kebanyakan para guru tidak mempunyai pengalaman untuk membina laman web. Ini diakui melalui kajian Foong (1999) menunjukkan hanya 12.5% daripada guru di Selangor mempunyai pengalaman dan pengetahuan merekabentuk laman web. Kekurangan kemahiran ini telah membataskan guru untuk menghasilkan bahan pengajaran secara talian.
Selain itu, penyediaan pembelajaran secara talian memakan masa yang panjang berbanding penyediaan pengajaran secara traditional. Kajian yang dijalankan oleh National Education Association dalam Weiner (2000) terhadap guru-guru di Amerika mendapati 43% guru menyatakan penyediaan untuk pembelajaran secara talian memakan masa yang lebih lama kerana beban kerja tambahan yang perlu dilakukan seperti merekabentuk laman web, siding video dan membalas e-mel. Tambahan pula beban kerja ini tidak diikuti dengan kenaikan gaji.
Beban tugas utama yang dihadapi oleh para guru adalah menyediakan tugasan secara talian dan membalas e-mel pelajar. Mark Kassop dalam Weiner (2000) menyatakan seorang guru yang menyediakan pembelajaran secara talian untuk 20 orang pelajar menerima 80 sehingga 90 respons daripada pelajar-pelajarnya. Tugas membalas emel pelajar memakan masa yang lama kerana ia melibatkan penulisan yang bertaip. Ini berbeza dengan pembelajaran yang dijalanakan di dalam kelas di mana pengajar perlu memberi penerangan dalam pengajarannya secara lisan dan respons daripada pelajar dapat diperolehi secara spontan dalam kelas. Kajian yang sama juga mendapati 83% daripada guru menghubungi pelajar sekurang-kurangnya satu kali seminggu melalui emel dan kebanyakan masa kadarnya lebih daripada 1 kali (Weiner, 2000).
vi. Kekurangan peralatan
Kajian yang dijalankan oleh Sunal (1996) mendapati masalah utama penggunaan internet daam pengajaran ialah keperluan untuk menambah akses internet seupaya proses pengajaran dan pembelajaran berjalan dengan lancar. Kajian juga menunjukkan guru memerlukan kemudahan mengakses internet di dalam kelas. Untuk mencapai tahap penggunaan yang optima, beberapa komputer diperlukan untuk kegunaan di dalam bilik darjah. Mengikut McKenzie (1996) yang menyatakan guru memerlukan 6 sehingga 8 unit komputer di sekolah rendah dan 10 sehingga 15 unit komputer di sekolah menengah untuk membolehkan program berasaskan teknologi dilaksanakan dengan berkesan di sekolah. Namun demikian, kemudahan ini sukar diperolehi kerana kebanyakan sekolah hanya menawarkan akses internet untuk satu atau sua komputer yang terletak di perpustakaan atau makmal komputer sahaja. Penyusunan demikian akan menyebabkan tahap penggunaan internet masih rendah dalam pengajaran dan pembelajaran. Penggunaan internet menjadi sukar kerana tidak terdapat komputer dalam kelas. Ini adalah disebabkan kekangan peruntukan kewangan untuk membeli komputer dan membuat penyelenggaraan komputer.
vii. Pelajar menjadi pasif dan kurang berkomunikasi
Penggunaan internet walaupun ada kebaikan terdapat kekurangan dimana pelajar yang selalu mengakses internet lebih tertarik untuk duduk di hadapan komputer tanpa memikirkan kehidupan sosial samada dalam keluarga dan masyarakat. Senario ini akan menyebabkan pelajar menjadi pasif dan kurang berkomunikasi apabila berhadapan dengan orang ramai; sedangkan untuk menjadi seorang pelajar yang berdaya saing, mereka berkeupayaan untuk memberikan idea-idea yang bernas dan berkualiti bagi memantapkan kerjaya dan pembangunan kerjaya mereka kelak.

4.2 Mengatasi masalah penggunaan internet
Dalam usaha memperkukuhkan asas bagi mencapai ekonomi berasaskan pengetahuan, penggunaan ICT secara strategic akan menjadi semakin penting selaras dengan tumpuan pembangunan ICT sepertimana dalam RMK9 antaranya menggiatkan usaha merapatkan jurang digital dan memperluaskan rangkaian komunikasi bagi memastikan akses kepada perkhidmatan dan maklumat yang lebih setara.
Matnor Daim (1997) mencadangkan 4 landasan penting yang harus wujud dalam sistem pendidikan kita untuk meningkatkan penggunaan internet di kalangan pengajar dan pelajar iaitu:
i. bilangan komputer yang mencukupi;
ii. perhubungan (setiap kelas dihubungkan ke lebuh raya maklumat);
iii. kurikulum (harus mempunyai kesinambungan dengan tenaga kerja masa depan);
iv. kecekapan (semua guru harus boleh dan yakin mengendalikan teknologi masa kini).
Keempat-empat landasan ini memberi impak yang positif ke arah mencapai kecemerlangan dalam pendidikan yang berteraskan kepada teknologi terkini terutamanya dalam penggunaan komputer dan internet.
a) Latihan untuk meningkatkan kepakaran dan inisiatif guru
Inisiatif guru sendiri sangat penting dalam menjayakan penggunaan komputer dan internet dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Kajian yang dijalankan oleh Zoraini (2000) mendapati kebanyakan guru yang dapat menggunakan teknologi maklumat dengan efektif menguasai kemahiran mereka melalui pembelajaran sendiri dan memiliki komputer sendiri di rumah. Guru yang mepunyai karektor sebegini sentiasa mengikuti perkembangan teknologi terkini kerana minat dan inisiatif sendiri. Abd. Latif (2002) dalam kajiannya menyatakan kebanyakan guru pelatih di UPSI memperoleh pengetahuan dan kemahiran teknologi internet daripada rakan sekerja berbanding mengikuti kursus. Berkemungkinan melalui rakan, responden lebih faham dan bebas bertanya tanpa melibatkan kos seperti dalam jadual 9 dibawah:
Kaedah Bilangan Peratus
Tidak pernah belajar 2 1.7
Belajar dengan kawan 106 72.6
Belajar sendiri 22 15.1
Belajar dari keluarga 6 4.1
Belajar dari kedai/pusat komputer 6 4.1
Kursus di sekolah/universiti 4 2.7
Jumlah 146 100.0
Jadual 9 : Kaedah kali pertama guru belajar internet
Dalam usaha melahirkan guru yang mahir menggunakan komputer dan internet, latihan yang berkesan perlu diberikan kepada para guru. Sehubungan dengan itu, para guru telah diberi pinjaman untuk pemilikan komputer bagi meluaskan pengetahuan mereka tentang kemudahan dan penggunaan komputer dan ICT. Untuk mencapai kejayaan dalam sesuatu inovasi dalam pendidikan, seharusnya penglibatan para guru di awal-awal telah diketengahkan. Strategi yang dapat menentukan agar input dan penglibatan guru itu sentiasa diperolehi secara konsisten dan sistematik. Para guru perlu diberi latihan, kursus, malumat dan pengetahuan yang seiring dengan perkembangan teknologi khususnya dalam internet dan ICT. Pelbagai program latihan dilaksanakan bagi menggalakkan guru mempertingkatkan profesionalisme mereka secara berterusan khususnya di dalam mengatasi penggunaan internet.
b) Peranan guru dalam mengintegrasikan teknologi dalam pengajaran
Keberkesanan penggunaan teknologi maklumat juga bergantung kepada keterbukaan warga pendidik menerima teknologi maklumat dalam elemen pengajaran dan pembelajaran yang di rancangkan oleh mereka. Warga pendidik contohnya guru, yang menjadi nadi dan tulang belakang yang menjana keberkesanan pendidikan secara keseluruhannya, kita dapati semakin ramai di kalangan mereka sudah celik teknologi maklumat. Jika lima tahun lalu, hampir tiada guru di Malaysia mengetahui apa itu Internet apa lagi menggunakan Internet. Kini bilangan guru yang mempunyai akses ke Internet sudah semakin bertambah malahan mereka telah menganggap teknologi maklumat merupakan sesuatu yang perlu untuk memudahkan proses P&P mereka. Perkembangan pesat dalam pengunaan teknologi maklumat dalam pendidikan merupakan satu jalan yang cerah untuk menjayakan pendidikan bertaraf dunia.
Menurut Skinner (1974), melalui teori pembelajaran behaviorisme pembelajaran berlaku apabila seseorang bertindakbalas terhadap ransangan dan kemudiannya diberi pengukuhan. Teori kognitisme pula menegaskan pembelajaran mereupakan satu proses maklumat diterima, diproses dan disimpan dalam pemikiran seseorang. Implikasi ini menunjukkan maklumat dianggap sebagai objek yang boleh dipindahkan kepada murid (Newell, 1990). Di bawah pembelajaran secara behaviorisme dan kognitisme setiap guru berperanan sebagai penyampai maklumat dan memastikan bahawa pelajar telah mempunyai pengetahuan sedia ada. Guru kontruktivis menggunakan tugasan yang berdasarkan kepada keadaan sebenar di dalam bilik darjah.
Semasa pembelajaran kontruktivis guru berperanan sebagai pembimbing atau fasilitator yang mana melibatakan pembelajaran secara koperatif dan koloboratif dan belajar melalui perayauan. Pembelajaran secara penerokaan boleh digunakan oleh para guru untuk menghubungkan antara teori kontruktivisme dengan proses pengajaran dan pembelajaran. Kaedah pembelajaran ini membolehkan para pelajar mencari dan mengakses maklumat daripada mana-mana sumber yang terdapat dalam internet. Seharusnya guru yang akan mengaplikasikan pembelajaran secara kontruktivis dan kognitisme perlu lebih dahulu memahami dan mendalami pengetahuan dalam komputer dan ICT bagi memudahcaranya mengajar kelak.
Dengan integrasi teknologi, peranan guru telah bertukar daripada penyampai maklumat kepada penyelaras sumber pembelajaran. Guru sekarang berperanan sebagai fasilitator, pengurus, kaunselor dan pakar motivasi. Peranan guru ini membolehkan para guru bebas bekerja secara individu atau dalam kumpulan kecil dan meninggalkan cara pengajaran formal yang lama. Guru membantu pelajar mencari maklumat dari pelbagai sumber dengan adanya teknologi maklumat dan komunikasi.
c) Kurikulum untuk pendidikan era internet
Salah satu kesan yang ketara merupakan penawaran subjek komputer di peingkat sekolah rendah, menengah dan juga institusi pengajian tinggi. Kursus ini sendiri merupakan satu gesaan untuk membolehkan para pelajar mengetahui dan menggunakan teknologi komunikasi. Kini terdapat bidang-bidang pengajian yang baru seperti komputer, teknologi maklumat, pengurusan maklumat, multimedia dan sebagainya. Tidak kurang juga kesannya memanfaatkan komputer dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Pembentukan kurikulum adalah berkait rapat dengan tujuan sesuatu program pendidikan masa depan. Pertimbangan yang wajar harus diberi perhatian adalah perubahan ketara masa kini ialah aliran hala tuju dunia sejagat ke era gelombang ketiga iaitu berasaskan maklumat. Penguasaan terhadap teknologi maklumat menjadikan seseorang atau negara mempunyai kelebihan dan kekuatan (Naisbitt, 1990).
Sebagai contoh, perubahan-perubahan dalam perlaksanaan struktur kurikulum latihan di maktab-maktab perguruan turut mengubah kuriklum di dalam bidang teknologi pendidikan khususnya dalam penggunaan media pengajaran. Perubahan yang ketara dari segi nama sukatan pelajaran kursus, isi kandungan, taksonomi objektif, kaedah perlaksanaan, penilaian dan tempoh perlaksanaan Sehubungan dengan itu, pengalaman pelajar yang mengikuti sesuatu kursus teknologi pendidikan sebagai objek tumpuan makan membolehkan pengajar memainkan peranan yang penting dalam pengajaran dan pembelajaran berasaskan kurikulum terkini yang berteraskan kepada teknologi maklumat dan komunikasi.
d.Pengawalseliaan penggunaan internet di sekolah
Memandangkan kandungan internet yang amat luas dan tiada kawalan, maka satu kawalan pengawalseliaan yang berkesan perlu dilaksanakan bagi mengelakkan para pelajar terdedah kepada maklumat yang berunsur negatif dan tidak bermanfaat terhadap proses pembelajaran mereka. Ramlah (1996) mencadangkan dalam usaha memperluaskan penggunaan internet kepada lebih ramai guru dan pelajar, kementerian haruslah mengenalpasti samada kaedah yang digunakan untuk mengawalselia penggunaan internet di sekolah adalah berkesan. Pihak sekolah, terutamanya guru-guru yang bertugas mempunyai akauntabiliti untuk menyimpan rekod penggunaan internet di makmal komputer dan membuat laporan yang lengkap merangkumi nama pengguna, tujuan penggunaan, masa penggunaan dan penyelia yang bertugas. Sekolah hendaklah menyediakan panduan dan peraturan penggunaan komputer dan internet dan menyatakan dengan jelas tindakan yang akan diambil akibat melanggar peraturan (Ragsdale, 1996; Snaley, 1996). Selain dari itu, Ramlah juga mencadangkan etika dimasukkan ke dalam kurikulum internet bertujuan untuk memudahkan penyiasatan kes-kes penyalahgunaan kemudahan internet di sekolah.
Bagi memastikan penggunaan internet yang beretika, kerajaan telah mewujudkan Pusat TIndak Balas Kecemasan dan Keselamatan ICT Kebangsaan (NICER) yang menyediakan perkhidmatan dalam bidang forensic komputer, program pembudayaan, penyelidikan dasar, khidmat nasihat keselamatan dan penilaian perisian keselamatan. Penyediaan Rangka Kerja Keselamatan Maklumat Kebangsaan diwujudkan bagi menangani aspek perundangan, kawal selia dan teknikal.

e. Penyediaan kemudahan
Untuk meningkatkan penggunaan komputer di kalangan para guru, Zoraini (2000) telah mecadangkan supaya bilik guru sekolah dilengkapi dengan komputer yang dilengkapi dengan kemudahan untuk akses ke internet. Cadangan ini merupakan langkah pertama untuk memudahkan para guru mengakses internet melalui komputer yang disediakan kepada para guru. Kajian yang dijalankan di Amerika Syarikat mendapati 95% sekolah telah dilengkapi dengan komputer dan akses kepada internet (Mendels, 2000).
Dalam usaha untuk meningkatkan penggunaan internet di kalangan guru, guru yang mengajar di pendalaman juga ketinggalan. Kerajaan telah mengambil langkah bijak dengan memperkenalkan Projek Internet Desa dengan menempatkan beberapa stesen internet di beberapa kawasan pendalaman di Sabah dan Sarawak seperti di kawasan Kota Samarahan dan Bario (Rozana, 2000). Penempatan beberapa stesen internet tersebut membolehkan mereka yang berada di kawasan tersebut mengakses internet dan dapat berhubung dengan mereka yang berada di dunia luar. Terdapat inisiatif kerajaan dalam mewujudkan jurang digital antara komuniti luar bandar dengan penubuhan 217 telecentre bawah program USB. Telecentre tersebut terdiri daripada 42 pusat Internet Desa, 39 Medan InfoDesa, 58 Pusat Akses Komuniti dan 78 Kelas Literasi Komputer
Kementerian Pendidikan Malaysia telah menyeru semua sekolah supaya menggunakan inisiatif sendiri untuk menukarkan sekolah masing-masing ke sekolah pintar (Chandran, 2000). Ini bermakna sekolah mempunyai tanggungjawab untuk mencari sumber kewangan bagi tujuan tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, ada sekolah yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk melengkapkan komputer di sekolah. Peranan sektor swasta juga banyak membantu perkembangan pengunaan teknologi maklumat, kerana sememangnya kita tahu penggunaan teknologi maklumat memerlukan kos, maka kekangan kos inilah biasanya membataskan pengunaan teknologi maklumat. pada masa kini , kadar bayaran untuk mengakses internet semada melalui TM-Net atau Jaring telah menurun, malahan syarikat besar seperti Telekom berkerjasama dengan Kementerian pendidikan untuk menghasilkan Telekom Smart School yang menyediakan pekej P&P melalui Laman Web yang dinamakan getCyberEd.com. Pihak swasta yang terlibat bertanggungjawab untuk membekalkan komputer, membaikpulih komputer dan membekalkan latihan kepada guru dan pelajar. Bagi meningkatkan pembekalan akses internet di sekolah, kerjasama daripada pembekal internet (ISP) diperlukan untuk mengurangkan kos tanggungan pengguna.
5.0 Teknologi Multimedia Interaktif menerusi Teknologi Internet dalam Pendidikan

Teknologi internet adalah merupakan kombinasi antara teknologi komputer dan komunikasi. Teknologi ini telah berkembang dengan pesat dan memberi impak kepada pendidikan dalam pelbagai aspek. Kemudahan yang disediakan khususnya World Wide Web, mel elektronik, forum perbincangan dalam talian semakin rancak digunakan kini sebagai medium perkongsian, penyebaran maklumat serta saluran komunikasi utama.
Teknologi multimedia interaktif menerusi web pula adalah fenomena baru yang semakin mendapat perhatian ramai. Pengintegrasian antara kedua-dua teknologi membawa perubahan dalam penggunaan teknologi dan khususnya dalam pengajaran dan pembelajaran. Penggunaan media adalah bermaksud penggunaan alat dan bahan yang membawa mesej atau maklumat isi pelajaran yang direkabentuk untuk pengajaran pelajar. Contoh media pengajaran adalah nota, OHP, video imager, disket, CD-ROM, cakera padat, internet, komputer, VCD, papan putih, DVD, mikrofon dan realia. Internet adalah punca kepada ICT ini.
Kajian (Rafie, 1994) mendapati bahawa ransangan media bercetak dan gabungan media dapat meningkatkan prestasi pelajar dalam penulisan karangan. Kajian Toh dan Abd. Rahim (1994) mendapati pelajar yang didedahkan dengan empat mod pengajaran mempunyai motivasi yang tinggi berbanding dengan pelajar yang hanya didedahkan kepada satu mod pengajaran sahaja. Perry (1993) dalam kajiannya mendapati media pengajaran ini berfaedah kerana ia meningkatkan minat dan perhatian pelajar, menggalakkan maklumbalas bagi pelajar dan pengajar, dan kepimpinan dalam teknologi pendidikan dapat diwujudkan. Menurut Jonassen (1999), kemudahan hiperteks dan hipermedia yang terdapat dalam internet dapat menyediakan suasana pembelajaran yang bercirikan konstruktif. Pembelajaran menerusi multimedia mempunyai banyak kelebihan dan antara yang utama menurut Alessi dan Trollip (2001) dalam buku mereka bertajuk Multimedia For Learning adalah :
i. Pelajar boleh mencapai bahan pembelajaran pada bila-bila masa dan di mana jua mereka berada.
ii. Bahan sokongan pembelajaran boleh dirangkaikan daripada sumber tambahan yang terdapat di seluruh dunia.
iii. Pengurusan dan mengemaskini bahan pembelajaran menjadi semakin mudah dan pantas.
iv. Pelbagai bentuk saluran komunikasi boleh disediakan bagi kegunaan pelajar dan pendidik.
Kepelbagaian penggunaan media pengajaran yang merangkumi ICT ini dapat menghasilkan perubahan dan P&P seperti pelajar memperoleh pengetahuan, kemahiran dan sikap yang diperlukan oleh tajuk yang berkenaan; pelajar memperoleh pengalaman yang bermakna dan menarik minat mereka untuk meneruskan pembelajaran; dan pelajar dapat mengaplikasikan pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan dalam situasi yang perlu. McGloughlin (1997) dalam bukunya bertajuk Multimedia On Web menyatakan terdapat pelbagai faktor mengapa perlunya teknologi multimedia diintegrasi bersama-sama teknologi web atau internet antaranya adalah:-
i. Meningkatkan minat para pengguna
Penggunaan multimedia dapat menjadikan proses pencarian maklumat sesuatu yang menyeronokkan dan menghiburkan. Interaktiviti dalam sistem multimedia membolehkan sesuatu proses latihan atau pengajaran dijalankan mengikut kesesuaian, keperluan dan cita rasa pelajar. Penggunaan elemen-elemen multimedia dalam proses P&P di dapati mampu menarik minat pelajar supaya mereka tidak berasa bosan dan dapat memberikan perhatian yang sepenuhnya terhadap proses pengajaran dan pembelajaran (Thomas,1996). Keistimewaan sistem multimedia adalah ia dapat menerima tindak balas berbentuk teks yang ditaip ataupun suara yang dimasukkan melalui mikrofon oleh para pelajar. Kaedah ini dapat menyediakan suasana saling tindak antara pelajar dan komputer.
ii. Mengurangkan masa bagi menguasai aplikasi.
Menggunakan multimedia membolehkan sesebuah aplikasi digunakan dengan mudah dan seterusnya menjimatkan masa bagi tujuan penguasaan. Penggunaan media seperti video dan animasi apabila mempersembahkan proses ujikaji atau eksperimen membolehkan seseorang pelajar memahami dan seterusnya menguasai konsep yang diajar dengan mudah. Terdapat pelbagai jenis aplikasi yang memanfaatkan teknik simulasi yang dapat digunakan dalam pendidikan; contohnya simulasi penerbangan. Quinn (1993) dan Palincsar (1995) misalnya telah mendapati bahawa penggunaan simulasi berkomputer di dalam proses pembelajaran mampu meningkatkan kemahiran pelajar untuk menyelesaikan sesuatu masalah yang diberikan dengan lebih berkesan. Ini turut disokong oleh kajian Farrimond dan rakan-rakan (1997) yang telah memanfaatkan teknologi multimedia terkini untuk memindahkan kaedah pembelajaran secara kajian kes tradisi kepada simulasi komputer. Penggunaan multimedia yang membekalkan pelbagai jenis maklumat dalam pelbagai bentuk media dan pendekatan dapat membantu dalam pembentukan corak ingatan yang lebih kompleks dan seterusnya memudahkan proses capaian maklumat tersebut dilakukan pada masa hadapan.
iii. Meningkatkan kebolehan capaian
Dengan menggunakan pelbagai media, kebolehan capaian terhadap sesuatu isi kandungan dapat dipelbagaikan. Sumber rujukan elektronik seperti ensaiklopedia, tutorial interaktif, buku elektronik dan sebagainya yang merupakan sumber elektronik dalam proses P&P membantu seseorang pelajar meningkatkan kebolehcapaian dalam internet. Ini adalah kerana multimedia berupaya menyediakan persekitaran pembelajaran yang berbentuk pelbagai pancaindera dan ia sesuai untuk manusia yang mempunyai pelbagai gaya pembelajaran dan tahap kognitif.
iv. Meningkatkan pemahaman dan pengekalan informasi dalam ingatan.
Penggunaan pelbagai media yang dinamik membolehkan seseorang memahami sesuatu isi kandungan dengan lebih pantas dan seterusnya menyimpan informasi yang diterima ke ingatan jangka panjang. Kajian saintifik membuktikan proses ingatan yang berlaku dalam otak manusia mudah dilaksanakan apabila manusia menerima pelbagai pengukuhan dengan menggunakan pelbagai jenis media seperti teks, audio, grafik dan animasi. Manusia lebih mudah memahami dan seterusnya mengingati sesuatu maklumat apabila ia mempunyai perkaitan atau pertalian dengan maklumat yang lain.
Disamping berupaya menarik perhatian elemen-elemen multimedia yang ditawarkan juga mampu membantu seseorang pelajar melakukan proses visualisasi. Ini secara tidak langsung membentuk kefahaman pelajar terhadap sesuatu konsep, proses, idea dan sebagainya dengan lebih pantas dan jelas. Sifat semulajadi media tersebut menyokong proses interaksi dan membentuk persekitaran pembelajaran serta menjadikan pelajar lebih aktif dalam kelas.

6.0 Kesimpulan
Penggunaan teknologi komputer dalam bidang pendididikan bukanlah sesuatu yang baru, malah telah lama diperkenalkan di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropah sejak awal 60an lagi. Malaysia tidak ketinggalan dalam menikmati arus pembangunan berasaskan komputer ini. Dalam konteks pendidikan, ia bukan hanya mampu membantu tugas-tugas pengurusan dan pentadbiran, tetapi berpotensi sebagai alat untuk mengayakan lagi persekitaran pengajaran dan pembelajaran bagi hampir semua mata pelajaran.
Konsep pembelajaran berasaskan peralatan teknologi komunikasi (ICT) khususnya internet dianggap semakin popular dan penting untuk meningkatkan lagi tahap pencapaian seseorang pelajar di dalam pelajarannya. Kajian menunjukkan stail pembelajaran pelajar banyak mempengaruhi hasil pembelajaran. Penggunaan komputer dalam proses pengajaran dan pembelajaran yang melibatkan aplikasi seperti internet dapat membantu pengurusan dan pembelajaran di dalam dan luar bilik darjah yang secara langsung melibatkan pendidik, pelajar, ibu bapa dan ahli masyarakat yang prihatin. Penggunaan internet dalam proses pengajaran dan pembelajaran membolehkan bilik darjah bertemu dengan dunia nyata serta membolehkan pelajar-pelajar sendiri mencari maklumat dan bahan asal; memudahkan kolaboratif dan perbandingan global; dan membolehkan bahan-bahan multimedia dicipta dan disebarkan dengan mudah.
Kepesatan teknologi internet ini perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pendidik dan pelajar demi memartabatkan lagi pendidikan ke arah kecemerlangan pendidikan. Walaupun terdapat masalah yang timbul ianya bukan satu isu yang tidak boleh diatasi malah kerajaan telah membuat pelbagai perancangan dan perlaksanaan seperti dalam Rancangan Malaysia Kesembilan 2006 – 2010 dalam memartabatkan ICT di Malaysia. Antara program yang dilaksanakan adalah program latihan dan pendidikan ICT diperluaskan lagi di peringkat sekolah, prauniversiti dan IPT adalah pembangunan kemahiran teras dalam pelbagai bidang seperti pembangunan perisian dalam sains hayat dan aplikasi pengetahuan juga kelonggaran prakelulusan kurikulum kepada IPT supaya selaras dengan kehendak dan keperluan industri. Sistem pendidikan yang berkembang pesat selaras dengan kehendak dan aspirasi negara ini perlulah mengaplikasikan ICT khususnya dalam penggunaan teknologi internet supaya sistem pendidikan tidak ketinggalan jauh berbanding dengan negara maju.

Rujukan :
Rozinah Jamaludin (2003), Teknologi Pengajaran, Terbitan USM
Muhamad Hasan Abdul Rahman (2000). Media Pengajaran Penghasilan Bahan Pengajaran Berkesan, Terbitan UPM
Rozinah Jamaludin (2000) Multimedia dalam Pendidikan, Utusan Publications and Distributors Sdn Bhd
Musa Abu Hassan (2002) Peranan dan Penggunaan ICT di Kalangan Masyarakat, Terbitan UPM
Mohd Khalit Othman dan Mustaffa Kamal bin Mohd Nor : Kajian Pakej Pembelajaran Berasaskan Internet: Satu Kajian Terhadap Pakej Pembelajaran Bagi Subjek Matematik di Peringkat SPM, UM
Ong Teck Seng (2000) Kajian Tahap Penggunaan Internet di Kalangan Guru-Guru Sekolah Menengah di Bahau, Negeri Sembilan, UPM
Sunal, Smith & J. Britt (1996). Elemetary Perceive Teaacher Use of the Internet In Designing & Teaching Social Studies Based Integrated Units, National Council For Social Studies. Washington D.C
Sunal, Cyntia, S. Smith (1998). Using Internet To Create Meaningful Instruction, Social Studies, Jan/Feb 98 Vol. 89 Issue 1
Zoraini Wati Abas (1993) Komputer dan Pendidikan. Kuala Lumpur : Penerbit Fajar Bakti
Zoraini Wati Abad (2000) Computer Use In School Still Lacking. Computimes: NST, 13 Julai, pp 31.
Nik Azis Nik Pa (1996). Konsep Maktab Perguruan Bestari. Jurnal Pendidikan Guru (77)
Ting Kung Shiung, Woo Yoke Ling (2005) Penggunaan ICT Dalam Proses Pengajaran dan Pembelajaran di Kalangan Guru Sekolah Menengah Teknik dan Vokasional : Sikap Guru, Peranan ICT dan Kekakangan/Cabaran Penggunaan ICT, Seminar Pendidikan 2005, UTM
Household Use The Internet Survey by Malaysian Communications and Multimedia Comission
Rancangan Malaysia KeSembilan, EPU
http://161.139.39.251/akhbar/info.tech/1996/um96a28.htm
http://asnizamusa.tripod.com/ge6663tug1.html#Kegunaan%20Internet
http://e-pendidikan.net/guruinternet.html http://kdp.ppk.kpm.my http://ctl.utm.my

Muhammadiyah, Pancasila, dan Kepemimpinan Inklusif

Muhammadiyah, Pancasila, dan Kepemimpinan Inklusif
Oleh Fajar Riza Ul Haq

Pada sisi lain, kedekatan ideologi Muhammadiyah dengan ideologi wahabisme telah memudahkan proses infiltrasi ideologi Islam politik ke dalam tubuh Muhammadiyah. Beberapa lini penting di amal usaha Muhammadiyah, utamanya institusi pendidikan, mulai dipengaruhi bahkan ditempati oleh kelompok-kelompok yang justru mencoba menggeser orientasi ideologi moderat Muhammadiyah.

Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah berpaut erat dengan perjuangan kebangsaan dan keindonesiaan. Secara khusus, Bung Karno memberikan apresiasi tinggi terhadap peran Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dalam perintisan gagasan nasionalisme bangsa. Presiden pertama Republik Indonesia ini menyebut Ahmad Dahlan sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh dalam pergulatan intelektualismenya disamping H.O.S. Cokroaminoto (2001:178). Pada masa kemerdekaan, Muhammadiyah berada di garis terdepan dalam proses perumusan dasar negara. Inklusivitas Muhammadiyah yang ditunjukan Kasman Singodimejo, tokoh penting Muhammadiyah pada masa awal kemerdekaan, dalam perumusan Pancasila menjadi kunci bagi lahirnya negara Indonesia yang majemuk. Kiprah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan dan sosial telah berhasil menopang program pembangunan yang dijalankan pemerintah. Muhammadiyah dikenal sebagai satu organisasi sosial keagamaan mainstream yang memiliki komitmen terhadap gagasan keadaban sosial dan kebangsaan yang majemuk.

Berangkat dari kenyataan historis tersebut, menarik untuk ditanyakan, bagaimana Muhammadiyah merespon gejala syariatisasi bahkan fundamentalisasi telah menjadi bagian dominan dalam dinamika keagamaan saat ini? Kemunculan berbagai berbagai gerakan maupun kelompok yang mengusung ideologi Islam dan syariah Islam seakan mengepung organisasi mainstream Muhammadiyah dan NU. Kuatnya arus konservatisme-fundamentalisme Islam tersebut dikhawatirkan banyak pihak akan mendeterminasi NU dan Muhammadiyah untuk bersikap “diam” bahkan cenderung “mendukung” gerakan-gerakan Islam politik.

Misalnya, Prof. M.C. Ricklefs mensinyalir hasil dari proses Muktamar Malang 2005 memcerminkan kemenangan sayap konservatif di Muhammadiyah. Ambivalensi Muhammadiyah terhadap wacana Syariah Islam dan wacana-wacana produk modernitas-Barat (baca: demokrasi, HAM, pluralisme) bisa menjadi indikasi adanya krisis kepemimpinan organisasi, baik secara organisatoris dan ideologis.

Merespon fenomena tersebut, Prof. Dr. Din Syamsudin menegaskan bahwa Pancasila merupakan pilihan final bagi Muhammadiyah. Pernyataan ini disampaikannya dalam pertemuan dengan kalangan diplomat AS di Washington baru-baru ini.

Meskipun begitu, penegasan ini belum mampu mementahkan kekhawatiran banyak kalangan terhadap kuatnya pengaruh konservatisme dalam Muhammadiyah. Bahkan di kalangan internal Muhammadiyah sendiri sudah cukup banyak suara-suara yang mencemaskan kondisi Muhammadiyah pasca Muktamar Malang 2005. Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, sangat mencemaskan dominasi peran konservatisme tersebut dalam roda organisasi yang telah dipimpinnya selama 7 tahun (1998-2005). Secara khusus, beliau sangat menyesalkan perubahan nama “Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam” menjadi “Majelis Tarjih dan Tajdid” dalam periode sekarang padahal lembaga ini merupakan ikon sekaligus lokomotif pembaharuan pemikiran Islam di Muhammadiyah. “Muhammadiyah telah mundur 50 tahun ke belakang”, demikian ungkap Prof. Amin Abdullah menanggapi perkembangan Muhammadiyah tersebut.

Pada sisi lain, kedekatan ideologi Muhammadiyah dengan ideologi wahabisme telah memudahkan proses infiltrasi ideologi Islam politik ke dalam tubuh Muhammadiyah. Beberapa lini penting di amal usaha Muhammadiyah, utamanya institusi pendidikan, mulai dipengaruhi bahkan ditempati oleh kelompok-kelompok yang justru mencoba menggeser orientasi ideologi moderat Muhammadiyah. Kelompok-kelompok tersebut telah masuk dan menduduki pos-pos strategis di beberapa institusi pendidikan Muhammadiyah, seperti perguruan tinggi, pondok pesantren, serta madrasah. Infliltrasi ideologis itu sudah dimafhumi namun secara organisatoris serta ideologis elite Muhammadiyah belum banyak bersikap kongkrit.

Dengan mencermati perkembangan Muhammadiyah di atas, sesungguhnya yang sedang terjadi dalam Muhammadiyah adalah krisis kepemimpinan, baik secara organisatoris maupun ideologis. Kampanye anti sekularisme, pluralisme, dan liberalisme yang diusung kelompok-kelompok keagamaman konservatif-fundamentalis mendapat simpati bahkan dukungan dari kalangan kampus Muhammadiyah. Dalam skala yang lebih luas, kelompok-kelompok keagamaan telah terlibat dalam tindakan-tindakan intimidasi, kekerasan, bahkan penyerangan terhadap kelompok lain yang berbeda keyakinan dan agama.

Yang membikin miris nurani adalah kemudian fatwa MUI dijadikan dalih pembenaran atas setiap tindakan pemaksaan, kekerasan, diskriminasi dan pemberangusan kebebasan beragama seperti tercermin pada kasus-kasus di atas. “MUI mengeluarkan fatwa boleh-boleh saja, tetapi harus bisa membaca peta sosiologis bangsa karena bisa menimbulkan bentrokan sosial” (Republika, 15/02/06), demikian kritik Ahmad Syafii Maarif dalam menanggapi fatwa MUI. Lebih lanjut, mantan Ketua PP Muhammadiyah ini menegaskan bahwa tindakan kekerasan dan diskriminasi terhadap siapapun, termasuk Ahmadiyah, tidak bisa dibenarkan dari segi apapun, baik ajaran Islam, nilai-nilai Pancasila, maupun sisi kemanusiaan. Belakangan, polemik RUAPP (Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi) telah membelah opini masyarakat dalam kelompok ekstrem, yakni pro dan kontra. Kemunculan Majalah Playboy edisi Indonesia di tengah situasi ini praktis menjadi sasaran kemarahan kelompok-kelompok yang selama ini keukeuh mendesak disyahkannya RUAPP. Jika wabah anti perbedaan dan anti dialog ini berkembang bahkan mengakar maka kondisi ini menjadi tantangan serius bagi proses pembangunan tata sosial yang inklusif, beradab, toleran, dan demokratis.

Pada konteks ini, laporan Folke Bernadotte Academy, Swedia, menggarisbawahi bahwa kepemimpinan yang baik (good leadership) lebih terkait dengan kapasitas dan kapabelitas kolektif untuk menciptakan perubahan. Kapasitas tersebut tidak harus bertumpu pada individu tertentu namun dapat juga dalam bentuk kapasitas organisasi maupun gerakan (2005: 11). Dengan ungkapan lain, regenerasi kepemimpinan yang moderat sekaligus pluralis membutuhkan satu capacity building yang mendukung orientasi tersebut. Krisis kepemimpinan yang sekarang melanda berbagai organisasi maupun kelompok sosial berpengaruh terhadap proses konsolidasi demokrasi dan cita-cita tatanan sosial yang inklusif dan pluralis.

Potret buram masyarakat Indonesia tersebut sungguh mengejutkan. Keberagamaan masyarakat Indonesia yang menurut Farid Esack (2004) merupakan produk dari pluralisme agama justru seakan mengingkari keberbedaan (multikulturalisme) dan keberbagaian (pluralisme) bangsanya sendiri. Padahal kehidupan keberagamaan Indonesia mendapatkan apresiasi positif bahkan dianggap sebagai ikon negara Muslim moderat terbesar di Asia Tenggara. Studi Robert Hefner (2001) menegaskan bahwa Muhammadiyah dan NU merepresentasikan kekuatan sipil Islam yang berperan dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia. Namun berkaca pada rentetan kasus di atas, nampaknya tesis Esack dan Hefner mendapat ujian serius karena fenomena yang berkembang belakang tersebut justru menunjukkan hal yang bertentangan.

Mempertimbangkan kondisi sosial kebangsaan di atas, pembenahan sekaligus penguatan kepemimpinan kekuatan-kekuatan sipil Islam yang toleran, inklusif dan demokratis harus secepatnya dilakukan. Infiltrasi idelogis oleh kelompok-kelompok pro syariah, pro khilafah, serta anti demokrasi dan HAM terhadap kekuatan sipil Islam semacam Muhammadiyah jelas merupakan ancaman serius. Langkah strategis untuk membendung sekaligus mengebalkan kekuatan-kekuatan sipil Islam dari infiltrasi ideologis tersebut adalah penguatan serta reformasi training kepemimpinan kaum muda Muhammadiyah yang berpusat di kampus-kampus. Masa depan kepemimpinan akan banyak ditentukan oleh dinamika peta dominan di basis-basis proto-kekuatan masa depan itu sendiri, perguruan tinggi.[]

Fajar Riza Ul Haq, Direktur Program Maarif Institute for Culture and Humanity
24/07/2006 | Kolom | #
Komentar Masuk (6)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Saya ingin menjawab sedikit dari pertanyaan selemah itukah FBI, FAA dan CIA serta pentagon terhadap serangan WTC itu? Apabila anda pernah bepergian ke AS (terutama domestic flight) sebelum 9/11 tentu anda akan melihat betapa lemahnya memang pengawasan di airport, karena selain di jaga oleh orang2x yg sudah tua (orang2x panti jompo yg nyari kerja ringan2x) dan kita boleh membawa senjata tajam (dulu saya selalu membawa pisau lipat di saku) dan para pengantar dapat mengantar hingga pintu pesawat. Penjagaan airport cengkareng jauh lebih ketat daripada airport di AS.
—–
Posted by Ahmad Arief on 07/31 at 06:07 AM

saya prihatin dengan pengalaman mas rahmat di sman 1 cirebon, bahwa ada guru yang memaksakan pelepasan jilbab kepada salah satu siswi. apakah hal itu barusan terjadi dalam 5 tahun terakhir? karena selama saya juga sekolah di sman 1 cirebon di awal 90-an pengenaan jilbab tidak pernah dilarang, dan belum pernah mendengar (sekalipun) ada larangan/upaya pemaksaan pelepasan jilbab, apalagi sekarang, seharusnya sudah bebas dan bahkan dijamin. pengalaman di sman 1 cirebon, saya rasakan suasana yang sangat kondusif untuk hidup yang majemuk, karena di sekolah ini adalah sekolah negeri (untuk kotamadya/kabupaten cirebon) yang paling banyak siswa non-muslim (bisa mencapai 10%) dan juga siswa keturunan (rata-rata 3-4 orang perkelas, baik chinese/arab). sungguh saya rasakan kehidupan di sman 1 ini dapat dijadikan contoh yang baik. sedikit gesekan pasti juga terjadi, terutama ketika siswa masuk kelas 2 dan masuk DKM, beberapa cenderung ekstrim dan anti kemajumukan, tetapi jumlahnya tidak signifikan. dan overall seperti yang saya tekankan tadi, adalah suatu contoh kamjemukan yang sangat kondusif. Demikianlah hendaknya Negara kita.

salam
Posted by sujana on 07/30 at 10:07 PM

Sebenarnya inilah yang menjadi sorotan publik Islam sejak dua abad yang lalu. Bung Fajar menyebutkan adanya kedekatan ideologi Muhammadiyah dan wahhabisme. Menurut sejarah memang benar kalau dilihat dari asal muasal nama gerakan masing-masing, tapi anehnya penisbatan wahhabi sendiri sudah tidak berdasarkan qiyas bahasa Arab yang benar.

Jika kita paham sejarahnya maka kita tahu gerakan pembaharuan Islam di abad 12H ini dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang berasal dari Najd. Nah, coba simak apa nama sebenarnya yang layak dinisbatkan sebagai nama gerakan tsb? Maka menurut kaidah bahasa yang benar gerakan pembaharuan Islam tersebut seharusnya bernama Muhammadiyah bukan wahhabi ataupun wahhabiyah karena nama awal tokoh pembaharu tersebut adalah Muhammad, bukan Wahhab. (lihat Atsar ad-Da’wat al-Wahhabiyah, Muhammad Hamid Al-Faqi)

Lalu mengapa KH. Ahmad Dahlan menyebut gerakan pembaharuan Islam yang ia dirikan tidak dengan nama Ahmadiyah, sesuai dengan nama awal beliau Ahmad, atau Dahlaniyah sesuai dengan nama belakangnya tetapi justru dengan nama Muhammadiyah. Maka jelas terlihat sekali kekacauan istilah yang sengaja dimunculkan oleh orang-orang yang tidak faham dengan apa misi dan visi gerakan wahhabi tersebut.

Tapi kalau dikaitkan dengan proses infiltrasi ideology politik islam ke tubuh Muhammadiyah yang dilakukan wahhabi jelas keliru, karena wahabi tidak pernah menyiapkan agenda konsep politik Islam dengan bendera wahhabinya yang tekstual layaknya Muhammadiyah atau NU dan tidak ada waktu dan tanggal pendirian gerakan tersebut layaknya kedua organisasi tersebut. Sampai saat ini pun tidak ada peringatan atau mukhtamar yang berkaitan dengan pendirian atau re-organisasi gerakan tersebut dan yang lebih menggelikan kita bahwa istilah ini tidak dikenal oleh ulama-ulama Islam salaf maupun kalaf.

Syaikh Abdul Wahhab sang pelopor hanya ingin mengembalikan ajaran tauhid dalam Islam yang telah dirusak oleh ahlu bid’ah dan kaum musyrikin Hijaz dan perlu diingat tidak ada yang tercela dari dakwah beliau seperti yang dituduhkan selama ini. Beliau banyak juga belajar dari sebagian ulama-ulama Hanabilah diantaranya Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif. Beliau sangat mengagumi karya-karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah. Kaum Hanabilah ini begitu fanatik dengan ajaran mahzdab Imam Ahmad bin Hambal, maka merekapun menafikan sebuah pernyataan bahwa Syaikh Abdul Wahhab menciptakan mazdhab baru atau madzhab ke lima.

Maka kalau kita lihat kebanyakan kaum Muhammadiyah ini pun mengambil madzhad Imam Ahmad bin Hambal, dan juga madzhab Malik bin Annas walupun tidak anti Syafi’I dan Hanafi. Sebaliknya kaum yang selalu disebut wahhabi (tidak seharusnya demikian) lebih banyak merangkum semua mazdhab fiqh sebagai rujukan ijtihadnya dan juga dalam memperkaya khazanah keilmuan ulamanya.

Dari sudut ilmu fiqh, aqidah pun banyak kesamaan diantara keduanya. Dari kecermatan keduanya dalam masalah ilmu kritik hadist dan perawi dengan konsep al-jahr wa al-ta’dil, majelis takhrij Muhammadiyah ini sangat rajin mencari kebenaran dan keshahehan suatu hadist. Maka jangan heran jika kaum Muhammadiyah sungkan memungut hadist-hadist dha’if hanya untuk fadhailul amal. Sudah menjadi hal yang tidak asing juga jika seseorang yang sudah lama berkecimpung dengan Muhammadiyahnya dan dinisbatkan dengan wahhabi akan lebih menerima ketimbang seorang yang aktif dengan NU nya. Wallahu’alam bish shawab
Posted by Abu Fatih on 07/28 at 02:07 AM

Uraian mas Fajar sangat menarik… tetapi memiliki kekuatiran yang berlebihan, karena: 1. Fajar masih menganggap Muhammadiyah adalah ormas yang

belum dewasa, kuatir Muhammadiyah lemah 2. Muhammadiyah bahkan lahir sebelum NU lahir, jadi

Muhammadiyah cukup dewasa dan tidak perlu kuatir 3. Umat islam di Indonesia telah cukup lama dikekang,

sehingga wajar bila sekarang “unjuk gigi”, saya masih

ingat ketika saya masih duduk di bangku SMAN 1 Cirebon,

ada guru PMP yang memaksa dengan kekerasan agar jilbab

dilepas terhadap teman siswi SMA satu kelas. waktu itu

jilbab masih dilarang. sekarang Alhamdulillah ada

karyawan CitiBank yang tetap berjilbab 4. Pimpinan sekarang Prof Din Samsudin adalah lulusan

Gontor yang lugas, beliau pasti berusaha menjadikan

Muhammadiyah unggul dan bermartabat 5. Mas Fajar dalam pandangannya terlalu JIL (Jaringan

Islam Liberal), Fajar serlalu sering menyebut lawannya

dengan kalimat “islam fundamentalis” Kalu boleh saya beri saran untuk Fajar yang terhormat, maka saya akan kasih data bahwa kalimat “fundamentalis” awalnya dari Amerika, padahal Militer/CIA Amerika memiliki apa yang disebut sebagai “estafet kebencian”, mari kita urut-urut estafetnya: 1. Setelah menggilas suku asli Indian, Amerika selalu

merayakan kemerdekaannya tiap tanggal 4 Juli, mas

Fajar… itu merdeka dari kerajaan Inggris bukan

jajahan orang islam dan juga islam fundamentalis tidak

ikut menjajah. Coba mas fajar lihat film Mel

Gibson “Patriot”. Mas Fajar..ini perang antar umat

Protestan awal paling awal di tanah suku Indian. 2. Untuk menguji kekuatan tentara Union, Presiden Lincoln

menciptakan “civil war” dengan maskot “membebaskan

perbudakan kulit hitam”. Perang saudara ini adalah

perang antar umat Protestan kedua di tanah suku Indian.

hasilnya “hanya” 1,5 juta tentara mati baik dari

Selatan maupun Yankee (Utara). Dan pasukan Utara

menang. Dalam perang sipil ini mas Fajar… orang islam

dan islam fundamentalis tidak ikut 3. Setelah siap sebagai “Top Military”, Amerika memasuki

tahap utama pertama, yaitu Perang Dunia Pertama. ini

adalah perang antar umat Nasrani, terutama umat

Protestan, hasilnya “hanya” 34 juta bangsa eropa tewas.

Dalam perang dahsat ini mas Fajar… orang islam dan

islam fundamentalis tidak ikut 4. Setelah “agak” menang Amerika memasuki tahap yang

paling krusial yaitu Perang Dunia Kedua. Ini adalah

perang umat Nasrani baik Katolik maupun Protestan dan

sedikit umat Shinto (Jepang). Merunut Palang Merang

Internasional, total orang tewas dalam Perang

ini “hanya” 52 juta, termasuk “hanya” 6 juta kaum

Yahudi yang dibantai Nazi. Dalam perang dahsat ini mas

Fajar… orang islam dan islam fundamentalis tidak

ikut, kecuali “perang kecil-kecilan” di beberapa negara

dalam mempertahankan tanah airnya, misal di Indonesia 5. Sekutu yang dimoroti Amerika jelas keluar sebagai

pemenang. Yang kalah, misal jerman, Itali dan Jepang

dilarang bikin pesawat komersial dan tempur, dan hanya

boleh bikin mobil. Mangkanya Mobil Toyota, Mercy dan

Ferarri sekarang paling top. Pesawat tempur dan bom

Nuklir hanya boleh dibuat oleh negara2 pemenang Perang

Dunia Kedua. Mas Fajar bisa hitung sendiri jenis2

pesawat tempur sekarang: F4 tiger, F5 phantom, F14

tomcat, F15 Eagle, F16 Falcon, F18 Hornet, F22 Raptor,

Mirage2000, Rafele, Tornado, Sea Herrier, Mig24, Mig25,

Mig30, Sukhoi27 Cobra, Sukhoi30. dan bom Nuklir:

USA “hanya” memikili 7000 Hulu Ledak Niklir,

Rusia “hanya” memiliki 5500 bom nuklir, Prancis “hanya”

150 Bom Nuklir, Israel “hanya” 200 Bom “Litle Nuc”. 6. Kemudian Amerika masuk ke Perang Dingin. Amerika sangat

membutuhkan orang Islam Fundamentalis dan Militer Islam

dalam menghadapi Uni Sovyet. Ini perang yang paling

lama Mas Fajar yang terhormat… Coba Mas Fajar hitung2:

6.1 Pengaruh Komunisme cukup kuat di dunia ini, misal

di Itali, negara-negara eropa timur, amerika

latin dan asia

6.2 Namun Komunis hanya tumbang di negara-negara yang

penduduknyha mayoritas muslim, misal Indonesia

dan Afganistan

a. di Indonesia, setelah PNI, NU dan PKI

membentuk NASAKOM, terjadi G30S/PKI dan

berakhir dengan “sungai bengawan solo berwarna

merah” PKI dibantai oleh Suharto dan

komunis “mati”

b. di Afganistan, setelah Amerika gagal berjuang

bersama Muhajidin mengusir rezin Nazibullah

dan Uni Sovet, Amerika mengajak

Al Qaeda-Taliban dan BERHASIL.

6.3 Komunisme tetap bertahan di negara2 yang bukan

mayoritas Islam, misal: Filipina, Korea Utara,

Kuba, Itali, Vietnam, China, Rusia.

a. Di Korea, Amerika masuk dalam PERANG KOREA.

Perang ini berakhir dangan kalimat “gencatan

senjata” antara Korea Utara dan Korea Selatan.

Komunis Korea Utara tetap bertahan, bahkan

Korea Utara sekarang memiliki Peluru Nuklir

dengan jumlah “sedikit”

b. Di Vietnam, Amerika masuk dalam PERANG

VIETNAM, Perang ini adalah rekor dengan jumlah

tentara Amerika yang mati sebagai “mati yang

paling sedikit” yaitu hanya 36.000 tentara USA

yang gugur. Dalam Perang Vietman ini, Amerika

kurang beruntung, karena Komunis Vietnam tetap

memimpin pemerintahan hingga sekarang

Amerika mengakhiri Perang Dingin dan mengawali “The New

Order World” dengan ucapan Ronald Reagen: “kita

berterimakasih kepada umat Islam yang rela digaris

depan menghadapi komunisme…” 7. Amerika memasuki tahap terakhir yaitu “Perang Melawan

Terroris”, yang diawali oleh Pemboman WTC di New York.

Sebelumnya Amerika melawati PerangTeluk melawan Saddam

Husein dan “perang kucing-kucingan” dengan

Iran. “Perang Melawan Teroris” adalah parang yang

paling disesali oleh Amerika, karena:

7.1 Teroris (baca kaum Islam Fundamentalis) tidak

memiliki persenjataan yang memadai, Fundamentalis

hanya memiliki batu dan bom bunuh diri. Pesawat

tempur apa lagi bom Nuklir tidak dimiliki kaum

teroris ini.

7.2 Osama bin Laden dan Taliban, yang dulu dilatih CIA

untuk melawan Rusia, belum mati

7.3 Hingga hari ini, predikat teroris diarahkan ke Kaum

Islam Syiah: Iran dan Hizbullah. Hizbullah lah yang

paling siap melawan Israel, dengan kematian yang

ditimbulkannya sebasar 10% dari kematian yang

ditimbulkan oleh Israel. itu sudah cukup “memalukan” Nah Mas Fajar… saya ada beberapa pertanyaan: 1. Kenapa Anda dan JIL sangat membenci islam yang bukan NU

dan yang radikal? 2. Sudah puluhan jutakah kematian yang ditimbulkan oleh

mereka? 3. Bukankah Amerika dan sekutunya sekarang mengantongi

ribuan Bom Nuklir? 4. Amerika dan sekutunya serta Rusia adalah naraga2 yang

siap menghancurkan dunia. Bahkan setiap Ibu Kota di

setiap Negara telah disiapkan satu Bom Nuklir, termasuk

Jakarta? Bom Nuklir tidak hanya untuk Hirosima dan

Nagasaki aja Mas Fajar… ingat Mas Fajar kaum

Fundamantalis, yang Anda benci, tidak terlibat dalam

pemusnahan orang di Hirosima dan Nagasaki 5. kalau saya urutkan yang mana yang terbanyak membunuh

orang, maka yang terbanyak adalah orang protestan, dan

yang banyak dibunuh orang protestan adalah juga orang

protestan (Perang Dunia 1 dan 2: 34 juta dan 52 juta) 6. Pernahkah Mas Fajar menghitung dengan jari berapa

jumlah orang yang dibunuh kaum Fundamentalis?

Mungkinkah kaum ini yang melakukan pemboman terhadap

gedung kembar WTC di New York? Selemah itukan FBI, FAA

dan CIA serta Pentagon terhadap serangan WTC itu? Maaf Mas Fajar tentu saya banyak salah kepada Mas Fajar. Hormat Saya untuk Mas Fajar. Rahmat Gunawan, mahasiswa kimia itb
Posted by rahmat gunawan on 07/25 at 11:07 PM

Muhammadiyah yang didirikan oleh KH.Ahmad Dahlan memang merupakan suatu pergerakan yang revolusioner dan berani. betapa tidak, di saat umat Islam pada umumnya terperangkap pada pemahaman keagamaan yang sinkretis dan dengan paradigma anti-barat dalam segala aspek kehidupannya, Muhammadiyah justru melakukan purifikasi dan “peniruan” metode barat, terutama dalam bidang pendidikan dan pemikiran. pada saat itu, hal seperti ini amat mendobrak kemapanan keagamaan umat. bahkan, KH.Ahmad Dahlan sempat mendapat term kafir. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata afiliasi kelompok di luar Muhammadiyah dengan Muhammadiyah menghasilkan corak pemikiran yang beragam. Adanya diskursus antara skripturalis dan modernis memang adalah sebuah keniscayaan. Bahwa akhirnya kelompok yang disebut pertama mendominasi Muhammadiyah bukanlah suatu hal yang aneh. Dari pengalaman, sebenarnya yang jadi masalah adalah minimnya budaya diolog dan sharing antara kedua belah pihak. masing-masing tertutup dan berekspresi di “belakang punggung” kawannya. Saya yakin, bahwa kawan-kawan di Muhammadiyah memiliki i’tikad baik sebagai seorang muslim, apapun corak pemikirannya. maka yang terpenting adalah adanya komunikasi.
Posted by Af. Kareem on 07/25 at 01:07 AM

PEMBUDAYAAN NILAI-NILAI PANCASILA

PEMBUDAYAAN NILAI PANCASILA
SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN IDEOLOGI NASIONAL*

Pembudayaan nilai dasar negara Pancasila sebagai ideologi nasional secara filosofis-ideologis dan konstitusional adalah imperatif. Karenanya, semua komponen bangsa, lebih-lebih kelembagaan dan kepemimpinan negara berkewajiban melaksanakan amanat dimaksud.
Demi tegaknya sistem kenegaraan Pancasila, negara (i.c. Pemerintah) berkewajiban mendidikkan dan membudayakan nilai dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional) bagi generasi penerus demi integritas NKRI.
Pemikiran-pemikiran untuk pelaksanaan pembudayaan nilai dasar negara Pancasila seyogyanya dikembangkan secara melembaga, konsepsional dan fungsional oleh negara dengan mendayagunakan semua kelembagaan dan komponen bangsa.

I. SEJARAH PERKEMBANGAN NILAI FILSAFAT
Kaum terpelajar mengakui bahwa filsafat adalah sumber dan puncak ilmu pengetahuan dalam peradaban umat manusia. Kepustakaan menyatakan “. . . philosophy is the queen of knowledge, and as the mothers as well.” Artinya, filsafat adalah ratu (pemuncak) pengetahuan sekaligus ibu (induk) ipteks.
Sebagian intelektual mengakui ajaran filsafat bersumber dan berawal dari Eropa, khususnya Yunani (650 sM). Ternyata kepustakaan yang memadai menyatakan bahwa ajaran filsafat telah berkembang di wilayah Timur Tengah sekitar 5000 – 1000 sM (Avey 1961: 3 – 7). Juga menurut Radhakrishnan, filsafat telah berkembang di Timur Tengah termasuk ajaran agama Yahudi sekitar 6000 – 600 sM; juga di India 3000 – 500 sM; dan Cina 2500 – 500 sM (1953: 11).
Filsafat Barat (Yunani) ternyata bukanlah sumber dan awal pemikiran filsafat, meskipun Barat (modern) diakui sebagai pelopor pengembangan ipteks. Sesungguhnya, ajaran dan nilai filsafat yang berkembang di Timur Tengah sinergis dengan ajaran dan nilai agama; terutama agama: Yahudi, Kristen dan Islam sebagai fundamen pengembangan budaya dan peradaban modern.
Semua agama-agama wahyu berkembang di wilayah Timur Tengah melalui para Nabi dan Rasul sebagai utusan Maha Pencipta. Maknanya, umat manusia berbudaya dan beradab berkat bimbingan nilai-nilai Ketuhanan dan keberagamaan. Karena itulah, identitas dan integritas ajaran sistem filsafat Timur Tengah memancarkan martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religius. Identitas dan integritas theisme – religius ini dapat kita saksikan bagaimana supremasi ajaran Ketuhanan dan keagamaan yang sinergis dengan ajaran sistem filsafat tertentu, telah memberikan watak dan integritas peradaban umat manusia di seluruh dunia menjadi lebih beradab dan bermartabat. Jangkauan dan supremasi nilai religius dimaksud, dilukiskan dalam garis-lingkaran dalam skema 1 berikut.

skema 1

Semua perkembangan budaya dan peradaban modern termasuk pemikiran ipteks juga bukan berawal dari Barat; sebab peradaban Timur Tengah telah berkembang melalui berbagai bidang keilmuan, sampai pendidikan tinggi (universitas) dirintis 750 – 1300 M. Budaya ipteks mulai berkembang di Barat sekitar abad XVI ditandai dengan Renaissance dan Aufklarung. Namun, abad XXI keunggulan kepeloporan Barat memukau dunia ilmu pengetahuan, sehingga masyarakat modern, mengenal Barat sebagai perintis dan pengembang ipteks, yang mulai berkembang abad XVIII – sekarang.

A. Makna dan Fungsi Filsafat
Sesungguhnya nilai filsafat amat fungsional dalam mendorong pengembangan ipteks, sebagai sumber motivasi pengembaraan dan pengabdian manusia. Fenomena ini dilukiskan dalam skema 1; bagaimana peranan nilai filsafat (Timur Tengah) menjadi sumber energi manusia dalam pengembangan dan pengabdian (nilai) ipteks. Sedemikian besar pengaruh nilai filsafat Timur Tengah sehingga hampir semua umat manusia pada semua benua di dunia menganut nilai filosofis theisme religious yang memberikan motivasi kebajikan, cinta-kasih dan pengabdian.

1. Konsepsi Filsafat
Sejarah budaya dan ilmu pengetahuan mengakui bahw abidang filsafat dianggap sebagai induk atau ratu ilmu pengetahuan, dan merupakan bidang pemikiran tertua dalam peradaban (Avey 1961: 3 – 4). Filsafat mencari dan menjangkau kebenaran fundamental dan hakiki untuk dijadikan filsafat hidup sebagai kebenaran terbaik.
Nilai filsafat yang bersumber dari Timur Tengah terpadu dengan nilai ajaran agama, karena nilai intrinsik agama yang metafisis-supranatural sinergis dengan nilai filsafat yang cenderung fundamental, komprehensif (kesemestaan), metafisis, universal dan hakiki. Demikian pula nilai agama (Ketuhanan, keagamaan) berwatak fundamental-universal, suprarasional dan supranatural. Identitas filosofis theisme religious Timur Tengah dapat diakui sebagai sumur madu peradaban —dibandingkan filsafat Barat sebagai sumur susu peradaban—. Karenanya, manusia sehat, sebaiknya minum susu dengan madu; demikian pula bangsa yang jaya seyogyanya menegakkan nilai theisme religious sinergis dengan filsafat dan ipteks.
Garis lingkaran dalam skema melukiskan jangkauan nilai Ketuhanan-keagamaan (theisme religious) meliputi (mempengaruhi) seluruh benua dan seluruh manusia —agama Yahudi, Kristen dan Islam—. Diakui, bahwa bangsa-bangsa, umat manusia berbudaya dan beradab, berkat nilai-nilai moral filsafat theisme religious; secara intrinsik tersurat dalam filsafat Islam (Al Ahwani 1995) integritas manusia alam semesta dan Ketuhanan sebagai terpancar dari nilai ajaran agama-agama besar yang supranatural di dunia.
Filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur; karenanya ajarannya memancarkan identitas dan martabat theisme-religious sebagai nilai keunggulannya. Artinya, keunggulan sistem filsafat Pancasila terpancar dari asas theisme religious yang menjadi tumpuan keyakinan (kerokhanian) dan moral kepribadian manusia. Tegasnya, keunggulan (kepribadian) manusia, bukanlah penguasaan keunggulan ipteks; melainkan keunggulan moralitas manusia!

2. Fungsi Filsafat
Sebagai nilai kebenaran fundamental dan hakiki, ajaran filsafat oleh penganutnya dijadikan pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung). Ajaran ini bagi bangsa merdeka dan berdaulat umumnya dijadikan sebagai dasar negara (filsafat negara, ideologi negara, ideologi nasional).
Ajaran filsafat demikian ditegakkan sebagai sistem kenegaraan; yang menjiwai, melandasi dan memandu kehidupan berbangsa, bernegara dan berbudaya.
Pusat kesetiaan dan kebanggaan nasional suatu bangsa, terutama kepada nilai dasar negara dan ideologi negara; yang terjabar secara konstitusional di dalam UUD negara.
Dinamika dunia modern berpacu antar sistem filsafat (baca: sistem kenegaraan) untuk merebut supremasi ideologi sebagai pembuktian kebenaran dan keunggulan sistem filsafatnya.

B. Ajaran dan Sistematika Filsafat
Sepanjang sejarah dari Barat dan Timur telah berkembang berbagai aliran filsafat yang mempengaruhi pemikiran dan sistem budaya sampai sistem kenegaraan, melalui sistem ideologi dan sistem hukum yang ditegakkan bangsa negara modern.
Aliran-aliran filsafat makin berkembang sebagai sistem filsafat yang masing-masing menganggap ajarannya yang terbaik. Karenanya, secara filosofis terjadi kompetisi untuk membuktikan validitas dan keunggulan ajarannya. Dalam dinamika dunia dan budaya modern, sampai era postmodernisme kompetisi demikian makin meningkat sebagai perebutan supremasi (keunggulan) demi citra dan cita masing-masing penganutnya.
Dunia modern mengenal sistem filsafat dimaksud sebagai ajaran dan sistem ideologi: theokratisme, zionisme, kapitalisme-liberalisme, sekularisme; marxisme-komunisme-atheisme, sosialisme, fundamentalisme….. dan filsafat Pancasila. Berbagai negara modern tegak dan berkembang berdasarkan ajaran berbagai sistem filsafat dan atau sistem ideologi dimaksud.

1. Sistem Filsafat
Aliran, tepatnya sistem filsafat menjelma dalam tatanan (sistem) budaya dan sistem kenegaraan yang dominan terlukis dalam skema 2.

skema 2
2. Sistematika Filsafat
Cukup banyak aliran filsafat perintis yang tidak berkembang secara memadai; artinya ajarannya belum merupakan integritas nilai sebagaimana ajaran filsafat yang mapan. Beberapa filsafat Yunani, dapat dianggap elementer dan fragmentaris.
Hampir semua sistem filsafat besar mengembangkan ajaran atau nilai yang cukup fundamental, meliputi nilai dalam sistematika filsafat (skema 3).

PHILOSOPHY
AXIOLOGY
Makna dan sumber nilai, wujud, jenis, tingkat, sifat nilai; hakikat nilai: manusia, materia, etika, estetika, politika, budaya, agama, posthumous dan Tuhan . . . (Allah Maha Pencipta)

EPISTEMOLOGY
Makna dan sumber pengetahuan, proses, syarat terbentuknya pengetahuan, validitas, batas dan hakikat pengetahuan; meliputi: semantika, gramatika, logika, rhetorika, matematika, meta-teori, philosophy of science, Wissenschaftslehre . . .

ONTOLOGY
Makna dan sumber ada; proses, jenis, sifat dan tingkat ada: ada umum, terbatas, manusia, kosmologia; Ada tidak terbatas, ADA mutlak . . . metafisika, posthumous

skema 3
(Baca: mulai dari bawah, sesuai dengan kedudukan nilai intrinsik dan hakikat dari makna dalam terminologi dan sistem filsafat)

II. NILAI AJARAN SISTEM FILSAFAT DAN AJARAN HAM
Di dunia sejak awal pemikiran budaya dan peradaban maka manusia senantiasa memikirkan alam semesta; dan bagaimana kedudukan dirinya di dalam alam semesta. Bagaimana kehadiran (penciptaan) manusia dan alam; dan untuk apa serta kemana manusia setelah kehidupan di alam dunia. Mulailah pemikiran filsafat menjangkau hakikat alam semesta, manusia dan bagaimana hubungannya antar sesama dan dengan alam; bahkan juga tentang penciptaan semesta.
Semua pemikiran filsafat yang mendasar dan universal dirumuskan sebagai kebenaran (filsafat menganggap kebenarannya bersifat fundamental dan hakiki). Karenanya, ajaran dan nilai filsafat dijadikan sebagai pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung).

A. Ajaran Filsafat tentang HAM
Keberadaan manusia sebagai makhluk unggul, senantiasa memikirkan penciptaan dan tujuan hidupnya: siapa Maha Pencipta, mengapa dan untuk apa diciptakan; bagaimana hak dan kewajiban hidupnya.
Ajaran filsafat terutama mencari hakikat kebenaran tentang segala sesuatu, khususnya tentang alam semesta, manusia dan Maha Pencipta. Ajaran ini diakui sebagai kebenaran hakiki; karenanya dijadikan filsafat hidup (Weltanschauung).
Sepanjang sejarah budaya dan peradaban di berbagai wilayah dunia berkembang berbagai ajaran filsafat. Antar ajaran itu cukup banyak perbedaan; bahkan pertentangan. Masing-masing ajaran filsafat oleh penganutnya diyakini sebagai ajaran terbaik —karenanya menjadi filsafat hidup—.; bahkan dijadikan filsafat negara dan atau ideologi negara (ideologi nasional).
Masing-masing bangsa berkembang dan menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan ajaran filsafat sebagai filsafat hidupnya. Berkembanglah berbagai aliran filsafat, yang dapat dinamakan sebagai sistem filsafat. Demikianlah khasanah peradaban mengenal sistem filsafat sebagai nampak dalam skema 2
Berbagai pemikiran dan ajaran filsafat berkembang untuk merumuskan apa dan bagaimana sesungguhnya kedudukan, hak dan kewajiban manusia di dunia. Lahirlah ajaran sistem filsafat yang dapat diakui sebagai sumber teori hak asasi manusia (HAM) dan teori negara.

B. Ajaran Filsafat Hukum Alam
Ajaran filsafat hukum alam, lebih terkenal sebagai: Natural Law Theory (Teori Hukum Alam). Filsafat ini mengajarkan bahwa HAM adalah anugerah alam, untuk manusia sebagai individu. HAM terutama berwujud: life, liberty, and property (= hidup, kemerdekaan dan hak milik).
Teori ini melahirkan ajaran yang bersifat memuja individualisme dan kebebasan (liberalisme); sekaligus memuja hak milik dalam makna: materi, kekayaan, dan kapital; karenanya berwatak kapitalisme. Teori ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh pemikir dan pelopornya menjadi teori kenegaraan sebagai dianut dan dikembangkan oleh negara-negara Barat, yang terkenal sebagai paham atau ajaran ideologi kapitalisme-liberalisme.
Ajaran ini melahirkan pemujaan atas kedudukan manusia sebagai individu —karenanya: individualisme— yang berkembang dalam asas demokrasi (= demokrasi liberal) dan kemudian menjadi karakter budaya negara Barat umumnya.
Ideologi ini bersumber dari ajaran filsafat hukum alam, atau dikenal dengan nama Natural Law Theory. Ajaran kapitalisme-liberalisme dikembangkan oleh tokoh pemikirnya, Adam Smith (1723 – 1790). Dia adalah tokoh amat berpengaruh dalam politik ekonomi Barat, yang semula lebih terkenal sebagai ahli filsafat moral, sebagai terbukti dari karyanya: The Theory of Moral Sintements (1759) yang sinergis dengan psikologi moral.
Kemudian Adam Smith lebih terkenal dengan karyanya: The Wealth of Nations (1776) yang mengajarkan bahwa setiap bangsa memiliki dan mewarisi kekayaan nasional, baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun nilai-nilai budaya.
Kekayaan nasional berkembang atau menyusut; sebagai proses alamiah yang ditentukan oleh potensi dan kebutuhan warga bangsanya. Bila bangsa itu berkembang dan mampu mengembangkan sumber daya alam dengan menguasai komuditas ekonomi, bangsa itu akan berjaya. Karyanya ini menjadi “landasan dan kitab suci” kaum penganut kapitalisme-liberalisme. Pemikiran Smith sangat berpengaruh dalam budaya dan peradaban sosial politik dunia Barat.
Ajaran kapitalisme-liberalisme menjadi budaya dan peradaban Barat; bahkan sebagai sistem nilai dan budaya politik Eropa dan Amerika modern. Artinya, kapitalisme-liberalisme menjadi identitas ideologi negara-negara Barat. Dapat juga diartikan bahwa paham individualisme dan liberalisme sebagai ajaran HAM berdasarkan teori hukum alam dikembangkan dengan kapitalisme-liberalisme dalam politik dan ekonomi. Makin berkembang dengan asas moral sekularisme, pragmatisme dan behaviorisme; karenanya budaya politik mereka bersifat individualisme-kapitalisme (= materialisme) dengan memuja kebebasan (= liberalisme) melalui tatanan demokrasi.
Identitas atau watak individualisme-materialisme berdasarkan liberalisme melahirkan budaya free fights liberalism, yang berpuncak dengan penguasaan kekayaan alam (dan manusia)……… yang dikenal sebagai kolonialisme-imperialisme. Sampai memasuki abad XXI budaya demikian terus memuncak dengan gerakan globalisasi-liberalisasi dalam dinamika postmodernisme……yang sesungguhnya adalah neo dan ultraimperialisme. Amerika Serikat dan Unie Eropa adalah sekutu untuk merebut supremasi politik dan ekonomi dunia masa depan.
Renungkan dan hayati apa yang kita saksikan dalam sejarah modern abad XVI sampai abad XX; berlanjut dan berpuncak dalam abad XXI. Kita menyaksikan bagaimana organisasi dunia (UNO/PBB) juga sudah dibawah supremasi USA, sekalipun mereka menginvasi dan menduduki (menjajah) Afghanistan dan Irak.

C. HAM Berdasarkan Ajaran Filsafat Idealisme Murni (Hegel)
George Friderich Hegel (1770 – 1831) adalah tokoh besar filsafat modern; ajarannya, terkenal sebagai idealisme murni.
Hegel mengajarkan bahwa alam semesta dan peradaban berkembang dalam asas dan pola dasar dialektika: thesis; melahirkan antithesis; dan berkembang sebagai sinthesis….. berpuncak dalam kesempurnaan semesta, dalam makna sebagai ciptaan Yang Maha Sempurna (Tuhan). Karenanya, filsafat Hegel dianggap bersifat theokratis (theokratisme).
Secara ringkas ajaran Hegel diuraikan sbb:
1. Hak Asasi Manusia: Kedudukan Manusia dalam Negara
Hegel percaya bahwa manusia individu manunggal di dalam kebersamaan (kolektivitas). Individu bermakna dan berfungsi dalam keutuhan lingkungan peradabannya; kolektivitas atau negara merupakan organisme (totalitas). Hak asasi manusia (HAM), dan martabatnya demi negara, dan kedaulatan negara. Jadi, Hegel mengutamakan komunitas atau sosialitas dalam integritas negara.
Hegel percaya manusia dan negara diciptakan oleh Tuhan; demi kesejahteraan manusia sebagai masyarakat (kolektif). Manusia menikmati hak asasi manusia (HAM) bukan sebagai individu, melainkan sebagai masyarakat (kolektif, negara). Individu lebur dalam kebersamaan; bermakna dalam fungsi sosial. Sebaliknya, individu samasekali tidak berfungsi dalam kesendirian (individualisme).
Ajaran Hegel, yakni idealisme murni mengakui asas Ketuhanan (theokratisme) sebagai Maha Pencipta dan Maha Pengatur semua ciptaannya: umat manusia, bangsa-bangsa, budaya dan peradaban, termasuk negara.
Masyarakat dan negara adalah kelembagaan hidup bersama sebagai keluarga (makro); mereka bermakna di dalam dan untuk masyarakat/negara. Manusia hidup, berkembang dan berfungsi berkat dan untuk komunitas. Komunitas sosial dan nasional ialah negara.

2. Ajaran Theokratisme
Ajaran theokratisme berpusat pada teori negara dan kedaulatan negara. Hegel mengakui negara sebagai pelembagaan aspirasi nasional yang terikat dengan hukum dialektika. Hegel menyatakan: negara adalah perwujudan karsa dan kekuasaan (kedaulatan) Tuhan. Karenanya, teori Hegel tentang negara ialah berdasarkan asas theokratisme. Maknanya, negara dan kedaulatan dalam negara diamanatkan oleh Tuhan untuk ditegakkan oleh kepala negara atas nama Tuhan. Karena itu pula, teori negara menurut Hegel ialah teori kedaulatan Tuhan (theokratisme).
Negara memiliki kedaulatan sebagai amanat Tuhan; karenanya diakui sebagai kedaulatan Tuhan (theokratisme). Sebagai penegak kedaulatan Tuhan di dalam negara, diwakilkan dan dipercayakan kepada kepala negara —karenanya kepala negara memiliki otoritas mutlak atas nama Tuhan—. Asas kedaulatan negara atas nama Tuhan, menjadi paham pemujaan terhadap negara (Etatisme, serba negara); diktatorial, totalitarianisme, authoritarianisme.
Berdasarkan ajaran dan teori Hegel ini, manusia mengemban amanat (moral) Ketuhanan, sehingga masyarakat dan negara termasuk penegakan HAM berdasarkan asas moral dan nilai Ketuhanan.
(Encyclopaedia Britannica 1982, vol. 7 – 8: 612 – 731).
Karl Marx (1818 – 1883) adalah murid Hegel yang kemudian menjiplak teori Hegel (yang mengutamakan kolektivitas dan negara; kedaulatan negara) menjadi teori komunisme. Ajaran Karl Marx mendegradasi dialektika Hegel sebagai ajaran dialektika – historis – materialisme; yang kemudian dikembangkan melalui revolusi rakyat —kaum buruh— untuk mendirikan negara komunis. Ajarannya, terkenal sebagai marxisme-komunisme-atheisme.

D. Ajaran HAM Berdasarkan Filsafat Pancasila
Sistem filsafat Pancasila diakui sebagai bagian dari ajaran sistem filsafat Timur, yang secara kodrati memiliki integritas dan identitas sebagai sistem filsafat theisme-religious; dan monotheisme-religious. Karenanya, identitas martabatnya yang demikian secara intrinsik dan fungsional memancarkan integritas ajaran yang mengakui potensi martabat kepribadian manusia, sebagai terpancar dalam integritas jasmani-rokhani. Integritas dan martabat manusia yang luhur memancarkan potensi unggul dan mulia, sebagai makhluk mulia ciptaan Allah Yang Maha Kuasa). Kemuliaan martabat manusia ialah kesadaran kewajiban asasi untuk menunaikan amanat Ketuhanan dalam peradaban.
Berdasarkan asas dan wawasan sistem filsafat demikian, maka filsafat Pancasila mengajarkan asas-asas fundamental Ketuhanan dan kemanusiaan sebagai inti ajaran moral; yang dapat dianalisis secara normatif memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan martabat manusia (sila I dan II). Karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila memancarkan asas normatif theisme-religious:
1. bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2. bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b. manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai integritas martabat moral manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya —sebagai terpancar dari akal-budinuraninya— sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160).
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila – UUD 45.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya — karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia—.

III. POKOK-POKOK AJARAN FILSAFAT PANCASILA
Memahami, membandingkan dan menghayati kandungan nilai filsafat Pancasila, kita bersyukur mewarisi nilai dan ajaran filsafat Pancasila sebagai bagian dari sistem filsafat Timur. Karenanya, identitas dan integritas Pancasila sebagai sistem filsafat memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religius. Identitas dan integritas demikian memancarkan keunggulan dibandingkan berbagai sistem filsafat lainnya, yang beridentitas: polytheisme, monotheisme, sekularisme, pantheisme sampai atheisme dalam berbagai aliran seperti: theokratisme, zionisme, kapitalisme-liberalisme; marxisme-komunisme-atheisme, sosialisme; fundamentalisme ….. dan Pancasila.
Integritas fundamental ajaran filsafat Pancasila secara ringkas terlukis dalam skema 4 dengan klarifikasi ringkas berikut:

skema 4

Klarifikasi pokok-pokok ajaran filsafat Pancasila
1. T = Abstraksi makna dan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, yang kita yakini sebagai Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Berdaulat, Maha Pengatur dan Maha Pengayom semesta. Dalam kedaulatan Maha Pencipta, kesemestaan berkembang dalam harmoni dan kesejahteraan berkat pengayoman abadi Yang Maha Berdaulat melalui ikatan fungsional-integral-universal (imperatif, mutlak) dalam tatanan hukum:
a. hukum alam; yang bersifat obyektif, fisis, kausalitas, mutlak, abadi, dan universal; dan
b. hukum moral yang bersifat obyektif subyektif, psiko fisis, sosial subyektif, mutlak, teleologis, abadi dan universal —tercermin dalam budinurani dan kesadaran keagamaan -.
2. AS = simbolik alam semesta, makro kosmos yang meliputi realitas eksistensial fenomenal dan tidak terbatas dalam keberadaan ruang dan waktu sebagai prakondisi dan prawahana kehidupan semua makhluk (flora, fauna, manusia dsb). Alam semesta menjamin kehidupan semua makhluk, melalui tersedianya: cahaya sebagai energi; udara, air, tanah, tambang, flora dan fauna. Semuanya menjamin kehidupan dan berkembangnya kebudayaan dan peradaban.
3. SM = Subyek Manusia sebagai umat manusia keseluruhan di bumi. Subyek manusia dengan potensi dan martabat kepribadiannya mengemban amanat Ketuhanan (keberagamaan), kebudayaan dan peradaban berwujud kesadaran hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM). Penghayatan dan pengamalan manusia atas HAM secara normatif berdasarkan asas keseimbangan HAM dan KAM demi keharmonisan dan kesejahteraan jasmaniah-rokhaniah, dunia dan akhirat.
4. SB = Sistem Budaya, sebagai prestasi cipta karya manusia, wahana komunikasi, perwujudan potensi martabat kepribadian manusia, berpuncak sebagai peradaban dan moral!
Sistem budaya warisan sosio budaya: lokal, nasional dan universal, sebagai pancaran potensi keunggulan martabat manusia.
5. SK = Sistem Kenegaraan sebagai perwujudan dan prestasi perjuangan dan cita nasional; kemerdekaan dan kedaulatan bangsa; pusat kesetiaan dan kebanggaan nasional warga negara.
Sistem kenegaraan sebagai pusat dan puncak kelembagaan dan kepemimpinan nasional, pusat kesetiaan dan pengabdian warga negara. SK sebagai pengelola kesejahteraan rakyat warga negara; penegak kedaulatan dan keadilan; dan pusat kelembagaan dan kepemimpinan nasional dalam fungsi pengayoman rakyat warga negara dan penduduk. SK berkembang dalam kejayaan berkat integritas manusia waga negara dengan menegakkan kemerdekaan, kedaulatan, keadilan demi kesejahteraan dan perdamaian antar bangsa dalam semangat kerjasama umat manusia.
6. P = Pribadi, subyek manusia mandiri yang berkembang (pribadi, berkeluarga, berkarya, berkebajikan) dalam asas dan wawasan horizontal dan vertikal (sebagai fungsi kerokhanian dan moral martabat manusia). P berkembang dan mengabdi dalam antar hubungan diagonal: (antar AS – SM – SB – SK) dan vertikal sebagai subyek mandiri dalam kategori integritas subyek budaya dan subyek moral……yang terus meningkat secara spiritual (teleologis), dengan memancarkan cinta dan kebajikan dalam proses menuju Tuhan dan keabadian.

Secara filosofis-ideologis dan konstitusional essensi ajaran filsafat moral Pancasila, berpedoman kepada UUD 45 seutuhnya, terutama Pembukaan dan pasal 29.
Lukisan dalam klarifikasi skematis di atas, sebagai kandungan fundamental sistem filsafat Pancasila memancarkan integritas-identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious (monotheisme-religious) yang unggul dan luhur karena sesuai dengan kodrat martabat kepribadian manusia.
Uraian ringkas pokok-pokok ajaran sistem filsafat Pancasila di atas, diakui sebagai suatu alternatif pemikiran, yang dapat dikembangkan oleh para pakar demi pengayaan khanasah kepustakaan sistem filsafat Pancasila.

IV. SISTEM FILSAFAT SEBAGAI SISTEM IDEOLOGI DAN SISTEM KENEGARAAN
Setiap bangsa dan negara menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan sistem filsafat dan atau ideologi nasionalnya; nilai fundamental ini menjiwai, melandasi dan memandu tatanan dan fungsi kebangsaan, kenegaraan dan kebudayaan, yang secara umum diakui sebagai Weltanschauung dan ideologi nasional.
Sistem filsafat terutama mengajarkan bagaimana kedudukan, potensi dan martabat kepribadian manusia di dalam alam; khususnya dalam masyarakat dan negara. Karenanya, ajaran ini melahirkan teori hak asasi manusia (HAM) dan teori kekuasaan (kedulatan) dalam negara; termasuk sistem ketatanegaraan dan sistem negara hukum.
Khasanah ilmu hukum melukiskan beberapa teori negara sebagai teori kedaulatan, terutama:
1. Teori kedaulatan Tuhan (theokratisme).
2. Teori kedaulatan raja atau sistem monarkhi.
3. Teori kedaulatan rakyat (lebih dikenal sebagai: demokrasi).
4. Teori kedaulatan negara, sebagaimana dianut oleh sistem ideologi komunisme (marxisme-komunisme-atheisme); karenanya teori ini dinamakan sebagai paham etatisme (pemujaan kepada negara).
5. Teori kedaulatan hukum, (Reine Rechtslehre) sebagai diajarkan oleh teori hukum murni, dipelopori antara lain oleh Hans Kelsen (1881 – …..)
(Mohammad Noor Syam 2007: 123 – 128)
Jadi, sistem kedaulatan rakyat maupun sistem negara hukum adalah ajaran filsafat yang bertujuan menjamin HAM dalam budaya dan peradaban, istimewa dalam sistem kenegaraan (sebagaimana NKRI kita).

A. Ajaran Sistem Filsafat tentang Kedudukan dan Martabat Manusia
Nilai demokrasi sebagai suatu teori kedaulatan, atau sistem politik (kenegaraan) diakui sebagai teori yang unggul, karena mengakui kedudukan, hak asasi, peran (fungsi), bahkan juga martabat (pribadi, individu) manusia di dalam masyarakat, negara dan hukum.
Secara universal diakui kedudukan dan martabat manusia sebagai dinyatakan, antara lain: “. . . these values be democratically shared in a world-wide order, resting on respect for human dignity as a supervalue . . .” (Bodenheimer 1962: 143). Sebagaimana juga Kant menyatakan: “. . .that humanity should always be respected as an end itself (Mc Coubrey & White 1996: 84)
Pemikiran mendasar tentang jatidiri bangsa, peranannya dalam memberikan identitas sistem kenegaraan dan sistem hukum, dikemukakan juga oleh Carl von Savigny (1779 – 1861) dengan teorinya yang amat terkenal sebagai Volkgeist –yang dapat disamakan sebagai jiwa bangsa dan atau jatidiri nasional–. Demikian pula di Perancis dengan “teori ‘raison d’ etat’ (reason of state) yang menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent, and nationa state)”. (Bodenheimer 1962: 71-72)
Demikianlah budaya dan peradaban modern mengakui dan menjamin kedudukan manusia dalam konsepsi HAM sehingga ditegakkan sebagai negara demokrasi, sebagaimana tersirat dalam pernyataan: “. . . fundamental rights and freedom as highest value as legal.” (Bodenheimer 1962: 149) sebagaimana juga diakui oleh Murphy & Coleman: “. . . respect to central human values . . .” (1996: 22; 37).
Berdasarkan berbagai pandangan filosofis di atas, wajarlah kita bangga dengan filsafat Pancasila yang mengakui asas keseimbangan HAM dan KAM, sekaligus mengakui kepribadian manusia sebagai subyek budaya, subyek hukum dan subyek moral.
Secara normatif filosofis ideologis, negara RI berdasarkan Pancasila – UUD 45 mengakui kedudukan dan martabat manusia sebagai asas HAM berdasarkan Pancasila yang menegakkan asas keseimbangan hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM) dalam integritas nasional dan universal (termasuk Universal Declaration of Human Rights, UNO maupun USA).
Sebagai integritas nasional bersumber dari sila III, ditegakkan dalam asas Persatuan Indonesia (= wawasan nasional) dan dijabarkan secara konstitusional sebagai negara kesatuan (NKRI dan wawasan nusantara). Bandingkan dengan fundamental values dalam negara USA sebagai terumus dalam CCE 1994: 24-25; 53-55, terutama: “Declaration of Independence, Human Rights, E Pluribus Unum, the American political system, market economy and federalism.”
NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45 memiliki integritas-kualitas keunggulan normatif filosofis-ideologis dan konstitusional: asas theisme-religious dan UUD Proklamasi menjamin integritas budaya dan moral politik yang bermartabat.

B. Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan RI
Sesungguhnya secara filosofis-ideologis-konstitusional bangsa Indonesia menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan dalam tatanan negara Proklamasi, sebagai NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45. Asas dan identitas fundamental, bersifat imperatif; karenanya fungsional sebagai asas kerokhanian-normatif-filosofis-ideologis dalam UUD 45.
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, terjabar secara konstitusional:
1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV).
2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila.
4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila (M Noor Syam, 2007: 108 – 127).
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state).
NKRI adalah negara bangsa (nation state) sebagai pengamalan sila III yakni nilai wawasan nasional yang ditegakkan dalam Negara Kesatuan dan Wawasan Nusantara.

Sistem kenegaraan Pancasila ditegakkan juga dalam N-Sistem Nasional, sebagai jabaran dan dimaksud dalam skema 6 (ada 8 sistem nasional).

Perwujudan dan Sistem NKRI (Berdasarkan) Pancasila – UUD 45*

(MNS, 1985: 2005)
skema 5
*) = NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila

Asas normatif fundamental ini bersumber dari sistem filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. (Bandingkan dengan berbagai sistem filsafat yang melandasi sistem kenegaraan dari: negara komunisme, liberalisme-kapitalisme; sosialisme, zionisme maupun fascisme). Jadi, bangsa dan NKRI secara normatif memiliki integritas dan kualitas keunggulan sistem kenegaraan; karenanya kita optimis dapat menjadi bangsa dan negara jaya (MNS, 2007: 45)
NKRI menegakkan sistem nilai filsafat dan atau ideologi Pancasila sebagai asas kerokhanian negara yang bersumber dari identitas (jatidiri) nasional. Asas normatif filosofis, kultural dan konstitusional demikian, dapat dihayati dengan menghayati pokok-pokok ajaran filsafat Pancasila dan asas-asas HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang diuraikan dimuka.
Sistem filsafat yang berkembang sebagai filsafat hidup (Weltanschauung, Lebensanswelt); sebagai filsafat negara (ideologi negara) ditegakkan melembaga sebagai sistem kenegaraan (ajaran HAM, ajaran demokrasi dan negara hukum) dalam jabaran fungsional: sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem hukum . . . dalam negara modern.
Bagi bangsa Indonesia ditegakkan dalam integritas NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, terjabar secara konstitusional dalam UUD Proklamasi.
UUD Proklamasi perlu pula dijabarkan dalam pengembangan dan pembudayaannya sebagai pelaksanaan sistem kenegaraan Pancasila. Secara struktral dan normatif pelaksanaan filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi nasional terutama berwujud N-sistem nasional, sebagai terlukis dalam skema 6 berikut.

*) = N = sejumlah sistem nasional, terutama:
1. Sistem filsafat Pancasila
2. Sistem ideologi Pancasila
3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila
4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila
5. Sistem ekonomi Pancasila
6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)
7. Sistem budaya Pancasila
8. Sistem Hankamnas, Hankamrata
(MNS, 1988)
skema 6

Skema ini melukiskan bagaimana sistem filsafat Pancasila dijabarkan secara normatif-konstitusional dan fungsional sebagai terlukis dalam struktur (nilai) kenegaraan yang dimaksud komponen-komponen dalam skema ini.
Secara konstitusional NKRI ditegakkan (dan dibudayakan) sebagai sistem kenegaraan dalam integritas dan identitas fundamental dan asas kenegaraan, berikut:
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional:
1. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
2. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: asas normati sila IV).
3. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan dan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral (manusia warga negara) politik Indonesia.
4. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia, negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V) dijiwai dan dilandasi sila I-II; dan ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila, sebagai demokrasi ekonomi dan pemberdayaan rakyat sebagai SDM subyek penegak integritas NKRI.

Asas-asas fundamental ini ditegakkan secara normatif-fungsional dalam N-sistem nasional (sejumlah sistem nasional): prioritas 1 – 8 sistem nasional; lebih-lebih 1 – 6.
Sesungguhnya pendidikan nasional —in casu pendidikan nilai dasar Pancasila adalah asas dan inti nation and character building— sinergis dengan System bildung (pembangunan dan pengembangan sistem, yakni sistem nasional); terutama: sistem nasional dalam politik dengan asas kedaulatan rakyat atau demokrasi (= demokrasi berdasarkan Pancasila); sistem nasional dalam ekonomi ( = sistem ekonomi Pancasila); dan sistem nasional dalam hukum (= sistem hukum Pancasila)….. dan sebagainya. (M. Noor Syam 2007: 2 – 5).

V. PENDIDIKAN DAN PEMBUDAYAAN NILAI FILSAFAT PANCASILA
Bangsa Indonesia berkembang generasi demi generasi; sebagaimana juga dunia berkembang dalam dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme. Hanya bangsa yang unggul-kompetitif-terpercaya dalam sistem kenegaraan Pancasila —yang diakui sebagai sistem kenegaraan terbaik bagi bangsa Indonesia—. Antar berbagai sistem kenegaraan modern, secara niscaya terjadi kompetisi dan perebutan keunggulan (supremasi ideologi dan politik) melalui berbagai bidang kehidupan: sosial politik, ekonomi, budaya dan ipteks canggih.
Dinamika globalisasi-liberalisasi yang mendominasi praktek dan budaya politik internasional modern, dipelopori oleh USA dan Unie Eropa, sesungguhnya adalah praktek neo-imperialisme. Mereka bahkan melakukan rekayasa global, dan menguasai organisasi dunia, seperti: PBB, World Bank, IMF, bahkan juga ADB melalui jaringan NGO. Nampaknya, dana yang disediakan untuk perang dingin, dimanfaatkan untuk perjuangan politik supremasi ideologi.
Generasi muda hendaknya meningkatkan kewaspadaan nasional dan ketahanan nasional; karena NKRI ini adalah milik masa depan kalian!
Dalam era reformasi amat banyak terjadi penyimpangan dari asas-asas filosofis-ideologis (Pancasila) dan konstitusi Proklamasi (yang sudah menjadi UUD 2002, yang sarat kontroversial). Praktek NKRI telah menjadi budaya negara federal atas nama kebebasan, demokrasi dan HAM; sehingga berbagai sumber daya alam (SDA) dan sumber daya sosial-kultural yang fundamental, fungsional dan potensial, sebagian telah dikuasai modal asing (PMA, investor) atas nama liberalisasi ekonomi.
Kebijaksanaan Pemerintah sebagai termuat di dalam Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, amat sangat memprihatinkan masa depan sosial, ekonomi, politik dan budaya nasional Indonesia. Apabila Perpres tersebut ditingkatkan sebagai undang-undang, maka globalisasi-liberalisasi sudah mencekam integritas NKRI sebagai wujud neoimperialisme.

A. Tantangan Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme
Demi tegaknya integritas sistem kenegaraan Pancasila dan visi-misi nation and character building, adalah kewajiban nasional (semua komponen bangsa) untuk mampu meningkatkan wawasan nasional agar SDM warga negara kita senantiasa mewaspadai tantangan: globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme. Juga tantangan nasional dalam era reformasi (yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM) —dalam praktek menjadi budaya neo-liberalisme dan anarchisme— yang mengancam integritas bangsa dan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
Cukup mendesak program pendidikan dan pembudayaan nilai dasar negara Pancasila sebagai bagian dari visi-misi nation and character building; terutama:
1. Meningkatkan mental-moral manusia dan warga negara RI sebagai satu bangsa Indonesia dalam NKRI sebagai negara bangsa (nation state, negara kebangsaan) seutuhnya. Maknanya, kondisi warisan budaya daerah dan kearifan lokal sebagai kebhinnekaan (pluralisme) dalam nusantara secara kultural dan moral ditingkatkan menjadi bangsa Indonesia. Jadi, pluralisme dan warisan keunggulan daerah (= kearifan lokal), ditingkatkan dalam puncak budaya dan semangat kebangsaan dalam integritas nasional: kesatuan nasional (tunggal ika) dan kebanggaan nasional. Inilah jiwa kebangsaan dan jiwa nasional Indonesia yang melembaga dalam NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45. Bandingkan dengan motto negara Amerika Serikat: ” E Pluribus Unum” (CCE 1994: 25).
2. Bangsa dan NKRI hidup dalam dinamika dan antar hubungan regional dan internasional. Bangsa Indonesia adalah bagian dari tatanan peradaban dunia modern dalam semangat persahabatan dan kerjasama demi kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dunia abad XXI ditandai era globalisasi – liberalisasi dan postmodernisme (pasca modernisme). Dunia demikian menjadi medan adu kekuatan. Negara adidaya, dipelopori Amerika Serikat dan Unie Eropa bergerak pesat merebut supremasi (keunggulan) politik, ekonomi, budaya dan ipteks serta militer (hankam). Kita menyaksikan bagaimana USA dan Unie Eropa bersama negara-negara industri maju lainnya (Jepang, RRC, Australia) terus mendominasi politik dan ekonomi dunia. Kapitalisme – liberalisme menggoda dan melanda dunia!
3. Khusus dalam NKRI mulai era reformasi, kita mengalami budaya politik liberal dan neo-liberalisme, demokrasi liberal, termasuk ekonomi liberal…. Praktek politik memuja kebebasan (liberalisme, neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM. Budaya dan praktek politik mengalami degradasi nasional, degradasi mental dan moral. Atas nama demokrasi dan HAM eks PKI (G.30S/PKI) melalui hujatan pelurusan sejarah, mereka bangkit dengan berbagai gerakan. Ini tantangan atas integritas Pancasila – UUD 45 dan NKRI, tantangan atas moral SDM Indonesia yang religious!
4. Bangsa dan NKRI wajib waspada PKI —sekarang terkenal sebagai Komunis Gaya Baru atau KGB— adalah penganut marxisme-komunisme-atheisme. Ajaran ini bertentangan dengan dasar negara Pancasila yang beridentitas theisme-religious! Tegakkan asas moral theisme-religious sebagai benteng menghadapi marxisme-atheisme. Kekuatan neo-liberalisme yang hanya memuja kebebasan dan materi (kapitalisme), yang berwatak moral individualisme-sekularisme sinergis dengan marxisme-komunisme-atheisme yang memuja materi (materialisme) dan etatisme (memuja: kedaulatan negara, negara = hanya ada satu partai politik dalam negara, partai komunis sebagai partai negara)! Dalam sistem negara komunis tidak ada demokrasi atau kedaulatan rakyat; yang ada hanya kedaulatan negara yang dilaksanakan dengan otoritas tunggal partai negara! Tidak ada moral Ketuhanan dan agama, karena marxisme = atheisme! Karenanya, “tujuan menghalalkan semua cara!” Secara filosofis-ideologis PKI melakukan gerakan separatisme ideologi (= mengkhianati ideologi nasional) Pancasila!
5. Tantangan nasional yang amat mendesak: bagaimana rakyat dan negara kita mengatasi tantangan sosial ekonomi yang menghimpit bangsa: kemiskinan, pengangguran; pendidikan biaya tinggi (RUU BHP, UNAS); konflik horisontal sampai anarchisme. Kondisi demikian seyogyanya ditangkal dengan pembinaan sistem ekonomi berdasarkan Pancasila – UUD 45 (Pasal 33) dan bukan mengikuti arus ekonomi liberal dan neo-imperialisme.

Mengapa kita setia melaksanakan fatwa (amanat) IMF, AFTA dan APEC; sementara kita mengkhianati amanat dasar negara Pancasila dan UUD Proklamasi yang imperatif! Apa kita setia dan mengabdi untuk neoimperialisme; atau tetap mengabdi kepada bangsa dan cita-cita nasional Indonesia raya!

Tantangan dimaksud secara normatif filosofis-ideologis dan konstitusional terlukis dalam skema berikut; dengan catatan:
1. bacalah skema ini mulai dari baris bawah ke atas;
2. perhatikan komponen ideologi dari sisi kiri dan kanan; yang merebut supremasi sosial politik dan ekonomi dalam forum internasional; dan
3. bagaimana posisi NKRI (ditengah) himpitan dan tekanan antar sistem ideologi yang berebut politik supremasi ideologi —yang bermuara sebagai neo-imperialisme dalam postmodernisme. Separatisme ideologi marxisme-komunisme-atheisme meruntuhkan integritas NKRI sekaligus martabat moral manusia SDM Indonesia yang berKetuhanan Yang Maha Esa (Pancasila + UUD 45 Pasal 29).

INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA

*) = UUD 45 Amandemen = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY) (MNS, 2007)
+ = UU No. 27 Tahun 1999 tentang Keamanan Negara (yang direvisi): terutama Pasal 107a – 107f.
Sebagai jabaran UUD 45 dan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 (karenanya dapat ditegakkan sebagaimana mestinya).
skema 7

B. Pembudayaan Nilai Dasar Negara Pancasila
Semua komponen bangsa bersama Pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara berkewajiban untuk membendung pengaruh, tantangan dan ancaman globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme di atas, demi penyelamatan masa depan bangsa dalam integritas sistem kenegaraan Pancasila.
Kewajiban demikian merupakan amanat nasional dan amanat moral, karena ajaran paham dari sistem ideologi mereka tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan ajaran sistem ideologi kita (ideologi negara Pancasila). Karena, secara mendasar dan mendesak negara berkewajiban meningkatkan pendidikan nasional sebagai kelembagaan pembudayaan nilai dasar negara Pancasila.
Tegaknya asas dan fungsi Pembudayaan dalam Fungsi Kelembagaan Negara di atas mutlak dilandasi, dipersiapkan dan dididikkan bagi SDM warga negara sebagai subyek pengelola sistem kenegaraan Pancasila, melalui pendidikan nilai dasar negara Pancasila + UUD 45 secara signifikan.
Sebaliknya, terlaksananya pendidikan nilai dasar negara Pancasila, berkat mantapnya kebijaksanaan kepemimpinan dan kelembagaan nasional yang mengemban amanat sistem kenegaraan Pancasila + UUD 45.
Mulai konsepsi sistem nasional yang terpercaya (berkembang dinamis), sampai pelaksanaan atau prakteknya, sesungguhnya adalah proses p e m b u d a -y a a n yang efektif dan berdaya guna.
Thema Pembudayaan Nilia Filsafat Pancasila, mengandung makna:
1. Mendidikkan nilai-nilai filsafat moral Pancasila bagi generasi penerus sebagai manusia dan warga negara RI (supaya dengan sadar mampu mengamalkan); untuk menjamin tegaknya kemerdekaan, kedaulatan dan integritas NKRI; sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Bagi generasi penerus perlu ditingkatkan pendidikan PKn, ketahanan nasional, ideologi Pancasila; IPS dan sejarah nasional.
2. Membudayakan (moral filsafat Pancasila) yang secara filosofis-ideologis terjabar secara konstitusional di dalam sistem kenegaraan NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45; dikembangkan dan ditegakkan dalam N-sistem nasional.
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state).
Juga bagi masyarakat pada umumnya, terutama kader orsospol dan tenaga-tenaga pelaksana aparatur negara; bahkan juga kelembagaan nasional seyogyanya diberikan program pembudayaan nilai dasar negara Pancasila, secara melembaga yang dikelola oleh lintas kelembagaan (departemental dan nondepartemental). Kelembagaan dimaksud supaya lebih mantap dan representatif, dapat diusulkan alternatif berikut: Depdiknas, Depag, LIPI, Komnas HAM, Lemhannas, Dewan Ketahanan Nasional; Menegpora, Dekominfo, dan berbagai komponen kelembagaan keagamaan: MUI, DGI dsb.
Diharapkan pembudayaan nilai dasar negara Pancasila dapat meningkatkan kesadaran nasional dan Ketahanan Nasional sebagai benteng penangkal degradasi wawasan nasional yang kita rasakan dalam era reformasi.

C. Pokok-pokok Pikiran
Berdasarkan uraian ringkas yang terkandung dalam thema Seminar Nasional ini, maupun sub-thema dalam makalah ini, diharapkan beberapa pokok pikiran berikut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menghadapi tantangan yang makin meningkat, baik internasional (global, eksternal) maupun nasional (internal).
Adanya keyakinan bangsa atas keunggulan sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45 menjamin bangsa untuk menegakkan kepemimpinan nasional dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dengan asas budaya dan moral luhur sebagaimana diamanatkan pendiri negara (PPKI) dalam UUD Proklamasi seutuhnya.
Pokok-pokok pikiran berikut mendorong kepemimpinan nasional, kelembagaan negara maupun komponen bangsa; termasuk berbagai partai politik dan elite reformasi untuk merenungkan (refleksi) demi masa depan bangsa dan NKRI, serta generasi muda bangsa sebagai potensi dan generasi penerus.
1. Keunggulan sistem filsafat Pancasila sebagai ideologi nasional secara fundamental terpancar dalam integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religius. Artinya, sistem ideologi Pancasila menjamin integritas moral SDM dan kepemimpinan nasional untuk ditegakkan dalam moral dan budaya sosial politik dan ekonomi dalam NKRI.
2. Dasar negara Pancasila terjabar dalam UUD 45 seutuhnya secara valid dan orisinal berkat dirumuskan oleh PPKI dengan jiwa pengabdian, dan kearifan kenegarawanan yang tulus —tanpa interest dan kepentingan golongan; bahkan dari mayoritas atas minoritas—; bukan sebagai yang kita saksikan dalam praktek budaya politik era reformasi.
Keabsahan nilai mendasar ini menjadi landasan dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan dalam NKRI.
3. UUD Proklamasi (Pembukaan-Batang Tubuh-Penjelasan) adalah perwujudan dan pedoman sistem kenegaraan yang unggul terpercaya; sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum dalam integritas NKRI sebagai nation state yang ditegakkan dengan asas wawasan nasional, wawasan nusantara dan asas kekeluargaan. Asas fundamental ini menjadi landasan konstitusional membangun bangsa dalam NKRI yang adil dan sejahtera, jaya dan bermartabat.
4. Integritas nilai dasar negara Pancasila sebagai filsafat hidup, dasar negara dan ideologi nasional secara konstitusional menjamin masa depan bangsa dalam dinamika dan kompetisi antar ideologi yang berjuang merebut supremasi. Artinya, bagaimanapun gejolak dunia postmodernisme (cermati isi nilai dalam skema 7), insya Allah bangsa dan NKRI tegak dalam integritas sebagai kenegaraan Pancasila. Untuk tujuan ini negara berkewajiban melaksanakan visi-misi nation and character building melalui pendidikan dan pembudayaan dasar negara Pancasila (secara melembaga dan lintas lembaga).
5. Kondisi reformasi dan amandemen UUD 45 (= UUD 2002) secara fundamental dan konstitusional cukup mengandung distorsi filosofis-ideologis dan konstitusional. Karenanya, berdampak langsung terhadap proses degradasi wawasan nasional, sosial politik dan ekonomi bangsa. Kondisi demikian bermuara kepada disintegrasi nasional dan NKRI…. yang pada gilirannya tercengkeram oleh neo-imperialisme!
6. Reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM mengancam integritas nasional dan integritas NKRI; bahkan integritas mental dan moral SDM Indonesia, mulai pemimpin sampai generasi penerus.
7. Kebebasan atas nama HAM dengan praktek demokrasi liberal melanda budaya sosial ekonomi bangsa termasuk dunia dan lembaga kependidikan nasional. Peluang kebebasan cukup dimanfaatkan untuk kebangkitan neo-PKI/KGB yang memperjuangkan marxisme-komunisme-atheisme sebagai wujud separatisme ideologi. Proses degradasi mental dan moral demikian meruntuhkan moral dan martabat manusia Indonesia dan integritas sistem kenegaraan Pancasila.

Bagaimana tantangan dan ancaman ini dihadapi oleh MPR RI dalam menegakkan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan UU RI No. 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara (terutama pasal 107a – 107f)
UUD 45 amandemen (= UUD 2002) menyimpang dari asas kerokhanian bangsa dan kaidah fundamental negara (Pembukaan UUD 45) menjadi demokrasi liberal dan praktek negara federal! Kondisi demikian tidak dijiwai asas moral dan budaya politik demokrasi Pancasila dan ekonomi Pancasila. Fenomena elite reformasi dapat dianggap mengkhianati asas moral dan dasar negara Pancasila. Karenanya, kondisi bangsa dan NKRI dalam era reformasi makin memprihatinkan dalam semua bidang kehidupan!
Semoga bangsa dan NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45 senantiasa dalam pengayoman Tuhan Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Kuasa, Yang menganugerahkan dan mengamanatkan kemerdekaan nasional dalam integritas NKRI. Amien.

Malang, 30 November 2007
Laboratorium Pancasila
Universitas Negeri Malang (UM)
Ketua,

Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH

B A C A A N
Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan Pustaka Firdaus).
Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada.
_________________ 2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.
Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila.
—————— 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London, George Allen and Unwind Ltd.
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003)
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.

Tafsir Al Qur’an Ali Imran 51 – 55 part 1

Penelitian Tindakan Kelas

PENELITIAN
TINDAKAN KELAS

PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DI SEKITAR SEKOLAH SEBAGAI APLIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI, KEAKTIFAN, DAN PRESTASI BELAJAR
PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS VI
SDN ROMBUH I KEC. PALENGAAN

OLEH:

KHAIRUL IKSAN
NIP 131 986 053

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat

II. Kajian Pustaka
A. Fungsi dan Tujuan Mapel IPA di Sekolah Dasar
B. Tinjauan Tentang Strategi Pembelajaran Kontekstual
C. Penggunaan Sumber Belajar Yang ada di Sekitar Sekolah Dalam Pembelajaran IPA

III. Pelaksanaan Penelitian
A. Subjek Penelitian
B. Deskripsi per Siklus
1. Pelaksanaan Perbaikan Siklus I
2. Pelaksanaan Perbaikan Siklus II

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Deskripsi Hasil Perbaikan Siklus I
2. Deskripsi Hasil Perbaikan Siklus II
3. Pembahasan

V. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Pustaka
Lampiran

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sudah menjadi kebiasaan bahwa keberhasilan suatu pembelajaran diukur oleh nilai rata-rata kelas yang berada diatas standar minimal ketuntasan yang telah ditetapkan. Keadaan semacam ini telah menjadi sebuah pedoman, penghayatan, dan pengamalan bagi sebagian besar guru yang berada di pedesaan, bahkan juga terjadi di perkotaan. Sehingga para guru tersebut berusaha dengan segala daya dan upayanya agar para siswanya pada akhir proses pembelajaran yang telah dilakukannya memperoleh nilai berada diatas standar minimal ketuntasan yang telah ditetapkan, walaupun untuk mencapai hal tersebut cara-cara rekayasa harus dilakukan.
Kondisi ini diperparah dengan adanya persaingan yang tidak sehat antar lembaga pendidikan, yang karena dengan alasan jaga gengsi tidak mau kalah dengan sekolah lain tanpa melihat seberapa besar kemampuan intelegensi, sarana maupun prasarana yang dimiliki oleh sekolahnya. Sementara Para Penentu kebijakan telah menginstruksikan ke semua lembaga- lembaga pendidikan bahwa standar minimal kelulusan harus mencapai target sekian dan sekian. Padahal target sekian dan sekian tersebut didasarkan pada uji coba pada sekolah-sekolah yang menjadi pilot proyek, yang tentunya pendidik, terdidik, lingkungan, sarana dan prasarananya sudah lengkap.
Memang banyak problematika yang harus dihadapi oleh para guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai mediator dan fasilitator pembelajaran. Padahal telah kita maklumi, bahwa ujung tombak keberhasilan belajar di sebuah lembaga pendidikan adalah guru. Guru sebagai mediator dan fasilitator haruslah mempersiapkan diri dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Dalam kurikulum yang berbasis materi ( Content Based Curriculum ) pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa dinyatakan berhasil jika siswa telah menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan. Sedangkan tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran biasanya dinyatakan dengan nilai. Lagi-lagi masalah nilai.
Tetapi baiklah, dari berbagai problematika pembelajaran yang telah dipaparkan, penulis hanya ingin memfokuskan pada permasalahan materi dan sarana pembelajaran. Sebab selama ini ada beberapa alasan yang diajukan oleh teman-teman guru, baik di sekolah, tempat penulis mengajar, maupun pada saat pertemuan Kelompok Kerja Guru ( KKG ) bahwa proses belajar mengajar tidak akan berhasil bilamana Pemerintah tidak bisa melengkapi semua sarana pembelajaran yang ada hubungannya dengan pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang harus dikuasai oleh siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, memang selama ini keaktifan, kreatifitas serta prestasi belajar siswa kelas VI di SDN Rombuh I Kecamatan Palengaan kurang memuaskan. Karena proses belajar mengajar kurang menarik bagi mereka. Hal ini terbukti dalam pembelajaran IPA pada sub pokok bahasan “ Bercocok tanam dengan mencangkok / stek dan mengkomunikasikan hasilnya dalam bentuk tulisan dan penyajian lisan yang berisi gagasan, rancangan, cara kerja, pengujiannya, disertai dengan model / gambar “. Siswa kurang aktif mengikuti pelajaran sehingga mempengaruhi hasil test yang dilaksanakan. Nilai rata-ratanya rendah yaitu 5,65. Meskipun masih ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai tinggi.
Menghadapi permasalahan tersebut di atas, maka penulis mencoba menggunakan sumber daya yang ada di sekitar sekolah yang bisa dijadikan sebagai sarana pembelajaran sekaligus sebagai sumber belajar, serta mengaplikasikannya dengan strategi pembelajaran kontekstual. Sebab sudah dimaklumi bahwa diantara kata kunci pembelajaran kontekstual adalah siswa aktif, kritis, dan kreatif.
Selain itu, penggunaan sumber daya yang ada di sekitar sekolah termasuk memanfaatkan sarana yang mudah dan murah serta memancing siswa untuk belajar dari mengalami dan menemukan sendiri. Sehingga benarlah apa yang dikatatan oleh sebuah kata bijak “ barangsiapa yang tidak merasakan ( mengalami ), maka tidak akan tahu. Demikian pula dalam filosofi yang lain dikatakan “ alam ini adalah papan yang takbertulis “ atau “ tulisan yang tak berpapan “.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana menggunaan sumber daya yang ada di sekitar sekolah sebagai aplikasi dari strategi pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada sub pokok bahasan tentang “ bercocok tanam dengan mencangkok / stek dan mengkomunikasikan hasilnya dalam bentuk tulisan dan penyajian lisan yang berisi gagasan, rancangan, cara kerja, pengujiannya, disertai dengan model / gambar “ ?
b. Bagaimana pelaksanaan strategi tersebut dilaksanakan agar siswa termotivasi, aktif, dan kreatif dalam proses pembelajaran ?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendiskripsikan penggunaan sumber daya yang ada di sekitar sekolah dalam meningkatkan, motivasi, aktifitas, kreatifitas, dan prestasi belajar siswa dalam memahami tentang bercocok tanam dengan mencangkok / stek dan mengkomunikasikan hasilnya dalam bentuk tulisan dan penyajian lisan yang berisi gagasan, rancangan, cara kerja, pengujiannya, disertai dengan model / gambar pada siswa kelas VI SDN Rombuh I Kec. Palengaan.
2. Mendiskripsikan peningkatan pemahaman cara bercocok tanam dengan mencangkok / stek dan mengkomunikasikan hasilnya dalam bentuk tulisan dan penyajian lisan yang berisi gagasan, rancangan, cara kerja, pengujiannya, disertai dengan model / gambar pada siswa kelas VI SDN Rombuh I Kec. Palengaan.
4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat bagi siswa :
• Meningkatkan pemahaman siswa terhadapa materi pelajaran.
• Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.
• Memotivasi siswa dalam pembelajaran.
• Meningkatkan prestasi belajar siswa.

b. Manfaat bagi guru :
• Membantu guru memperbaiki strategi pembelajaran.
• Membantu guru berkembang secara profesional.
• Meningkatkan rasa percaya diri guru.
• Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya berdasarkan pengalaman kesehariannya dalam mengelola pembelajaran di kelas.

+6285655248082

CINTA …

Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
Ketika kita menangis?
Ketika kita membayangkan?
Itu karena hal terindah di dunia TIDAK TERLIHAT
Ketika kita menemukan seseorang yangkeunikannya SEJALAN dengan kita
kita bergabung dengannya dan jatuh kedalam suatu keanehan serupa yang
dinamakan CINTA

Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan
Orang-orang yang tidak ingin kita tinggalkan
Tapi ingatlah melepaskan BUKAN akhir dari dunia
Melainkan awal suatu kehidupan baru

Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis,mereka yang tersakiti,
mereka yang telah mencari dan mereka yang telah mencoba
Karena MEREKA-lah yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah
menyentuh kehidupan mereka

CINTA yang AGUNG?
Adalah ketika kamu menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnya
Adalah ketika dia tidak mampedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan setia
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu MASIH bisa tersenyum
sembari berkata “Aku turut berbahagia untukmu”

Apabila cinta tidak berhasil BEBASKAN dirimu
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya dan terbang ke alam bebas LAGI
Ingatlah bahwa kamu mungkin menemukan CINTA dan kehilangannya
Tapi ketika cinta itu mati kamu TIDAK perlu
mati bersamanya

Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu menang MELAINKAN
mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh

Entah bagaimana dalam perjalanan kehidupan,
kita belajar tentang diri kita sendiri
dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusnya ada

penyesalan HANYALAH penghargaan abadi atas pilihan-pilihan kehidupan yang telah kita
buat sendiri

TEMAN SEJATI
adalah mereka yang mengerti ketika kamu berkata “Aku lupa..”
Menunggu selamanya ketika kamu berkata “Tunggu sebentar”.
Tetap tinggal ketika kamu berkata “Tinggalkan aku sendiri”.
Membuka pintu meski kamu BELUM mengetuk dan berkata “Bolehkah saya masuk?”

MENCINTAI
BUKANLAH bagaimana kamu melupakan melainkan bagaimana kamu MEMAAFKAN
BUKANLAH bagaimana kamu mendengarkan melainkan bagaimana kamu MENGERTI
BUKANLAH apa yang kamu lihat melainkan apa yang kamu RASAKAN
BUKANLAH bagaimana kamu melepaskan melainkan bagaimana kamu BERTAHAN

Lebih berbahaya mencucurkan air mata
dalam hati dibandingkan menangis tersedu-sedu
Air mata yang keluar dapat dihapus
Sementara air mata yang tersembunyi menggoreskan luka yang tidak akan pernah hilang

Dalam urusan cinta, kita SANGAT JARANG menang
Tapi ketika CINTA itu TULUS,
meskipun kalah, kamu TETAP MENANG
hanya karena kamu berbahagia dapat mencintai seseorang
LEBIH dari kamu mencintai dirimu sendiri
Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang
BUKAN karena orang itu berhenti mencintai kita,
MELAINKAN karena kita menyadari bahwa dia akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya

Apabila kamu benar-benar mencintai seseorang,
jangan lepaskan dia
Jangan percaya bahwa melepaskan selalu berarti kamu benar-benar mencintai

MELAINKAN BERJUANGLAH demi cintamu
Itulah CINTA SEJATI

Lebih baik menunggu orang yang kamu inginkan
DARIPADA berjalan bersama orang “yang tersedia”

Kadang kala orang yang kamu cintai adalah orang yang PALING menyakiti hatimu,
dan kadang kala teman yang menangis bersamamu adalah
CINTA YANG TIDAK KAMU SADARI KBERADAANNYA

***
Cinta adalah sebuah lingkaran setan yang dipenuhi oleh malaikat,
Cinta adalah sebuah ketidak sengajaan yang diciptakan semesta,
Cinta adalah sesuatu yang akan kau dapatkan ketika kamu layak mendapatkannya,
Berjuang demi cinta bukan berarti mencari dan mengemis cinta
Ingat bahwasanya diluar sana masih banyak yang akan memberimu cinta
tanpa harus kau minta

Cinta selalu tak akan pernah bisa diungkapkan dengan apapun yang sesuai dengan kehendak kita karena bahasa cinta adalah bahasa yang abstrak,
bahasa yang hanya akan bisa dimengerti oleh mereka yang peka dan mengenal apa itu cinta